Minggu, 30 Juli 2017

YOU ARE THE ONE: "Maukah Kamu Menikah Denganku?" - Part 6


PART 6 : KEJUTAN KECIL RIZA

Hari itu adalah sehari sebelum wisuda, hari yang bahagia karena akhirnya Riza dan Nisa sama-sama akan diwisuda. Riza sudah tidak sabar ingin bertemu ayah Nisa, laki-laki itu memutuskan ingin ‘melamar’ Nisa langsung ke ayah Nisa secepatnya. Sejak dinyatakan lulus sidang, hatinya makin mantab untuk mendapatkan jawaban ‘iya’ dari Nisa meski gadis itu tetap dengan jawaban ‘tidak’nya.
Dua bulan sebelumnya, laki-laki itu mengejutkan Nisa ketika tiba-tiba ia menyambut Nisa di luar ruang ujian sidang skripsi gadis itu dengan senyum manisnya. Nisa memang memberitahu Riza dan meminta doa laki-laki itu untuk kelancaran sidangnya. Bahkan pagi harinya di hari sidang Nisa, Riza sempat mengirim pesan suara buat Nisa selepas Subuh dengan caption yang sempat membuat Nisa berkaca-kaca diantara rasa dag dig dug-nya menjelang sidang. “Buat calon pendamping hidup aku”, tulis Riza mengawali pesan suaranya.
“Hai Nisa. Maukah Kamu Menikah Denganku? Emmm tapi dijawabnya nanti aja,... setelah kamu selesai sidang aja he he. Semoga sidangnya dimudahkan dan dilancarkan ya, Nis. Semangat, aku percaya kamu pasti bisa! Kamu berjuang disana, aku dari sini bantu doa ya. Good luck, Nisa”. Begitulah bunyi pesan suara dari Riza berhasil membuat Nisa terhenyak sejenak di tempatnya, memutar beberapa kali pesan suara itu, menghapus  air mata yang sempat lolos menyelinap keluar karena rasa harunya akan kegigihan laki-laki luar biasanya itu, sebelum akhirnya mengetikkan ‘terima kasih, Riza’ diikuti emotion senyum sebagai balasannya. Nisa mengambil buku diary-nya, menuliskan disana proposal ke 920 dari laki-laki luar biasanya itu. 
Hari itu, setahu Nisa hanya Ana dan beberapa teman sebimbingannya yang menungguinya selama dirinya sidang tak menyangka Riza akan ada disana. Sejenak Riza membiarkan teman-teman Nisa termasuk Ana yang menghambur kearah Nisa, menanyakan perasaan gadis itu selepas sidang, terdengar kalimat selamat dan semangat buat perbaikan (revisi) skripsi dari mereka.
“Akhirnya satu tahapan selesai, Nisa. Selangkah lagi menuju wisuda, sekali lagi selamat ya,” ucap Ana riang sambil memeluk Nisa.
“Makasih, Na... iya alhamdulillaah doain revisinya dimudahkan ya. Ana kapan sidang?” ujar Nisa balik bertanya. 
“Insyaa Allah minggu depan, bareng sama Riza juga sepertinya,” jawab Ana sembari menoleh kearah Riza. Ana terlihat tersenyum setengah menggoda Nisa membuat Nisa pun hanya menggelengkan kepalanya pelan.
“Ya udah sekali lagi selamat ya, Nis, aku pergi dulu ya soalnya Riza sepertinya udah nunggu giliran tuh,” goda Ana lagi sambil menyerahkan sebatang coklat buat Nisa dan menjabat tangan Nisa sambil saling berciuman pipi satu sama lain. Nisa tersenyum sedikit tersipu mendengarnya, “Makasih banyak ya, Na. Semangat ya!”.
Tanpa banyak waktu, Ana pun mengucapkan salam ke Nisa dan Riza kemudian bergegas pergi dari sana.
“Selamat ya akhirnya kamu sudah melewati satu tahapan terpenting skripsi kamu, Nis... satu beban sudah terangkat ya,” ucap Riza dengan senyum lebarnya, berjalan mendekati Nisa.  Sementara itu, Nisa masih berdiri di tempatnya sambil tersenyum tak kalah lebar dan mengucapkan terima kasih sambil berusaha menata hatinya yang kembali berdebar.  Padahal sidang yang menegangkan itu sudah dilaluinya. Detak jantung Nisa hampir selalu berdetak lebih cepat dari biasanya hampir tiap kali dia berdekatan dengan Riza, laki-laki luar biasanya itu. Riza terlihat berbeda, lebih ‘tampan’ saat itu di mata Nisa, entah itu hanya dirinya yang sedang terbawa perasaan bahagia atau memang begitulah faktanya. Nisa kembali teringat permintaan Riza pagi harinya yang belum dijawabnya.
Riza mengambil sesuatu dari tas ranselnya kemudian menyerahkannya kepada Nisa sambil tersenyum lebar. Setangkai bunga mawar putih dan sebatang coklat, berhasil membuat gadis itu terdiam di tempatnya memandangi pemberian laki-laki itu. Menjadi salah satu kebiasaan sebagian orang sesudah sidang, mereka yang keluar dari ruang sidang akan mendapatkan sebatang coklat, bunga atau balon dari teman dan orang terdekatnya, semacam ucapan selamat dan ungkapan ikut bahagia untuk mereka yang baru berjuang menyelesaikan karya akhir kuliahnya itu. Namun, mendapatkan bunga dan coklat dari Riza tak pernah terbayangkan oleh Nisa. Bagi Nisa, semangat dan doa laki-laki itu untuknya sudah lebih dari cukup.  Perlakuan Riza itu justru membuat pertahanan hati gadis itu semakin luluh mempertahankan jawaban “tidak” untuk lamaran Riza. Ragu, Nisa pun akhirnya menerima pemberian laki-laki itu.
“Sekali lagi, selamat ya Nis. Aku harap kamu suka dengan bunga dan coklatnya. Semoga bisa mengembalikan mood kamu setelah sidang ya,” lanjut Riza.
“Terima kasih banyak Riz. Terima kasih sudah meluangkan waktu kamu buat datang kesini,” jawab Nisa kembali melebarkan senyumnya. Ada malu dirasakan gadis itu tapi berusaha disembunyikannya terlebih ketika beberapa pasang mata teman sejurusan Nisa melihat sejenak ke keduanya sambil senyum-senyum.
“Seharusnya kamu ga perlu repot-repot membawakan aku bunga dan coklat, Riz,” ucap Nisa sambil keduanya berjalan ke tempat duduk di sekitar taman fakultas Nisa.
Riza melirik kearah Nisa. “Memangnya kenapa, Nis? Norak ya? Anak-anak di fakultasku sudah biasa melakukannya kalo ada yang selesai sidang”.
Nisa tertawa kecil kearah Riza. "Hmmm sayang aja, uang gaji kamu malah kamu beliin bunga dan coklat buat aku padahal bukan sesuatu yang penting banget. Kan mendingan kamu tabung, Riz. Buat aku yang terpenting itu kamu mendoakan aku, Riza".
"Tapi... kamu seneng kan dapat bunga dan coklat dari aku, Nis?" tanya Riza lagi. Kini keduanya sudah duduk di kursi taman. Nisa tersenyum sedikit tersipu, menganggukkan kepalanya membuat Riza merasa lega. Nisa terlihat menciumi aroma bunga mawar putih pemberian dari Riza itu dengan riang menyisakan lengkungan senyuman yang lebar di bibir Riza.
"Harga coklat dan bunga itu tidak seberapa, Nis dibandingkan dengan senyuman riang kamu," sambung Riza berhasil membuat Nisa menghentikan aktivitasnya mencium bunga pemberian Riza itu, gadis itu tiba-tiba salah tingkah.
Melihat perubahan reaksi Nisa gara-gara ucapannya itu pun membuat Riza makin melebarkan senyumannya. Ia suka melihatnya, seolah menambah harapan untuk dirinya mendapatkan jawaban 'ya' atas lamarannya.
"Jadi... apa jawaban kamu Nisa tentang pesan suara aku tadi pagi?" tanya Riza lagi membuat Nisa langsung menoleh kepada laki-laki di sebelahnya itu.
"Maukah kamu menikah denganku, Nisa?"
Nisa terdiam di tempatnya, bibirnya tiba-tiba kelu untuk sekedar menjawab 'tidak' seperti biasa. Hatinya tiba-tiba berdemo mengusulkan jawaban 'ya' untuk Riza. Nisa pun akhirnya hanya menggelengkan kepalanya pelan. Gadis itu perlahan melebarkan senyuman di bibirnya balas menatap laki-laki di sebelahnya yang terlihat menarik nafas panjang mendengar jawabannya itu. Ada kecewa dan sedih terlihat di raut wajah Riza yang laki-laki itu sembunyikan diantara senyuman lebarnya. "Padahal aku berharap kelegaan kamu melewati sidang dan aroma bunga yang refreshing bisa mengubah jawaban kamu, Nis...," ucap Riza tertawa lirih membuat Nisa merasa bersalah.
“Maaf, Riz. Seharusnya kamu tidak perlu memperjuangkan sesuatu yang sia-sia seperti ini. Maaf membuat kamu lelah”.
Sejenak hening menyapa keduanya. Nisa membagi dua coklat pemberian Riza kemudian menyerahkan satu bagiannya buat Riza.
“Kita makan coklat sama-sama yuk, Riz. Ada yang bilang makan coklat membuat mood kita kembali baik. Siapa tahu dengan makan coklat ini bisa mengembalikan mood kamu gara-gara jawabanku barusan yang tidak sesuai harapan kamu,“ ucap Nisa melebarkan senyumannya ke laki-laki di sebelahnya itu, membuat Riza ikut tersenyum tak kalah lebar sambil menerima coklat dari tangan Nisa. Terlepas tentang jawabannya akan lamaran laki-laki luar biasanya itu, Nisa tetap ingin berbagi senyum dan tawa dengan Riza  di setiap perjumpaan mereka.
“Ada kalanya aku memang merasa lelah, Nisa..., tapi aku ga akan pernah menyerah karena aku yakin kamu orangnya, Nis. Aku meminta kamu bukan sebagai pacar buat bersenang-senang tapi sebagai teman hidup aku,” sambung Riza membuat Nisa tersipu dan tersentuh mendengarnya, laki-laki itu berhasil membuat hatinya berbunga-bunga bahagia seketika dan matanya pun sedikit berkaca-kaca saking terharunya meski perempuan itu berusaha menutupinya dengan bergegas memakan coklatnya sembari mengalihkan pandangannya kearah lain. Meski demikian, Riza tetap bisa melihat apa yang berusaha disembunyikan Nisa, Riza percaya bahwa dia hanya perlu waktu untuk bisa meyakinkan Nisa buat mengubah jawaban ‘tidak’nya menjadi ‘ya’. Lagi-lagi Riza tersenyum menatap kelakuan Nisa itu dalam diamnya
“Hmmm, tapi agak aneh juga ya. Aku yang ngasih coklat buat kamu, tapi aku juga ikutan memakannya he he,” lanjut Riza tertawa kecil membuat Nisa menoleh kepadanya. Riza terlihat sedang menggigit coklatnya.
Nisa ikutan tertawa kecil. “Justru makan coklat ini bareng-bareng seperti ini lebih seru, Riza..., membuat kebersamaan kita lebih berkesan he he. Lagian sebagai teman, sudah seharusnya berbagi satu sama lain, kan... “. Kalimat Nisa itu pun membuat Riza terpaku sejenak mencernanya sebelum akhirnya laki-laki itu menganggukkan kepalanya  diantara senyumannya.
“Betul sekali dan aku ingin berbagi hidup dengan kamu, Nisa .... itu sebabnya aku ingin menjadikan kamu teman hidup aku,” ucap Riza saat itu menutup obrolan mereka tentang rasa. Tak ada lagi kalimat yang bisa diucapkan Nisa untuk laki-laki luar biasanya itu, kalimat dan sikap Riza hari itu membuatnya pertahanan hati gadis itu nyaris luluh untuk mengubah jawaban ‘tidak’-nya hingga Nisa pun memilih diam tak menanggapinya lebih jauh. Begitu pun Riza, sikap diam Nisa tentang ucapannya membuat Riza sadar untuk tidak terlalu memaksa gadis itu. Mereka pun mengubah perbincangan tentang revisi skripsi Nisa dan persiapan sidang Riza.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar