PART 4 : WHERE ARE YOU, KAK ANDRO?
Hari itu adalah hari kamis saat Bintang beberapa kali melihat kearah jam dinding kamarnya. Sore itu ia sudah tidak sabar bertemu dengan Andromeda setelah kemarin Rabu, Bintang dan Mentari tidak mendapati Andromeda di taman tempat mereka biasa bertemu. Ada kekecewaan di wajah Bintang saat itu, tapi Mentari berusaha memberikan pengertian kepada gadis kecil itu bahwa mungkin saja Andromeda sedang ada keperluan hingga tidak bisa mendatangi taman seperti biasa. Mentari juga mengatakan bahwa besok mereka masih bisa bertemu lagi dengan Andromeda. Bintang pun akhirnya bisa mengerti, tapi alhasil Kamis itu Bintang jadi lebih antusias dari biasanya untuk segera bertemu Andromeda di taman.
"Kak
Tari... ayo buruan..., kasihan Kak Andro menunggu lama. Biar bibi nanti yang
merapikannya, Kak," rengek Bintang manja kepada Mentari yang sedang
merapikan buku-buku Bintang kembali ke raknya. Mentari tersenyum manis dengan
tatapan menggoda ke gadis kecil itu.
"Duuuh
yang semangat banget mau bertemu dengan Kak Andro. Sabar ya, Bintang...
tanggung nich... sedikit lagi Kak Tari selesai," balas Mentari disambut
Bintang dengan deretan gigi putihnya.
"Tadi
malam, Papa sama Mama bilang kalau Bintang boleh merayakan ulang tahun Bintang hari
minggu ini di rumah, Kak. Bintang mau obrolin ini sama Kak Tari dan Kak Andro
di taman," sambung Bintang dengan penuh semangat.
Mentari
memasang ekspresi terkejut sambil tetap tersenyum lebar ke Bintang.
"Jadi
Bintang mau ultah tho...". Gadis kecil itu terlihat menganggukkan
kepalanya dengan mata berbinar ceria. Mentari pun mempercepat aktivitasnya,
tidak ingin membuat gadis kecil yang sedang bersemangat itu hilang mood-nya.
10 menit
kemudian, Mentari dan Bintang pun keluar rumah, berangkat menuju taman.
"Kak
Tari, kira-kira Kak Andro mau datang nggak ke ultah Bintang?"
"Insyaa
Allah Kak Andro pasti mau, Bintang. Kan Kak Andro pernah bilang kalo Kak Andro
ingin bertemu Bintang setiap hari".
Bintang
tertawa, tergelak mendengarnya sambil menoleh keatas, menatap Mentari yang
sedang tertawa kecil sambil mendorong kursi roda Bintang.
"Oh
iya, Papa juga bilang mau ngadain syukuran di panti asuhan deket rumah pagi
harinya, Kak Tari".
"Waaaah,
seru. Kak Tari boleh ikutan ke panti asuhan?" ujar Mentari tersenyum lebar
menatap Bintang yang mendongakkan kepalanya sambil tersenyum tak kalah lebar.
Gadis kecil itu menganggukkan kepalanya tanda ia sama sekali tidak keberatan.
"Nanti
kita bujukin Kak Andro juga ya, Kak Tari. Biar Kak Andro ikutan juga ke panti,
he he. Tapi Kak Andro mau datang aja ke rumah
Bintang, Bintang sudah seneng banget".
Mentari
ganti menganggukkan kepalanya sambil membelai lembut kepala gadis kecil itu.
"Kenapa ya, Kak Tari... Papa sama Mama Bintang pingin
ngerayain ultah Bintang dua kali, di panti asuhan dan di rumah? Bukannya itu
perlu uang lebih banyak ya, Kak?” tanya Bintang lagi.
Mentari
mencubit lembut pipi Bintang sambil tertawa kecil.
“Karena
Papa dan Mama Bintang ingin membiasakan Bintang buat berbagi,” jawab Mentari.
“Iya,
Bintang tahu Kak Tari. Tapi bukannya ngerayain ultah bareng temen-temen Bintang
di rumah itu juga berbagi kan Kak?”
Mentari
tersenyum lebar mendengar pertanyaan gadis kecil itu.
“Papa
dan Mama Bintang ingin Bintang berbagi bukan hanya dengan teman-teman main dan
sekolah Bintang, tapi juga dengan teman-teman di panti asuhan yang tidak
seberuntung Bintang punya Papa dan Mama lengkap”.
Bintang
mendongakkan kepalanya melihat kearah Mentari.
“Papa
dan Mama Bintang ingin Bintang bisa lebih belajar tentang arti bersyukur dan
lebih peduli ke orang yang tidak seberuntung Bintang,” lanjut Mentari dengan senyum
yang lebih lebar dibalas Bintang yang ikut tersenyum dan menganggukkan
kepalanya.
“Emang
kalau kita berbagi kita ga bakal jatuh miskin, ya Kak Tari?”
"Nggak
ada ceritanya berbagi membuat kita miskin, Bintang. Tuhan pasti mencukupkan
kita kalau kita membantu dan berbagi apalagi dengan yang tidak seberuntung
kita," jelas Mentari tersenyum lembut dibalas Bintang dengan senyum riangnya, lagi-lagi menganggukkan
kepalanya.
Mentari
mendorong kursi roda Bintang lebih kencang karena Bintang terlihat sudah tidak
sabar bertemu Andromeda. Gadis kecil itu terdengar menyanyikan beberapa lagu
anak-anak dengan riang sambil menikmati perjalanan menuju taman.
Sepuluh
menit kemudian, keduanya sudah berada di areal taman ketika mereka lagi-lagi
tidak mendapati sosok Andromeda di tempat biasanya mereka bertemu seperti
kemarin.
"Yaaah,
kok Kak Andro ga ada, Kak Tari?" tanya Bintang sambil melihat kanan dan
kiri, menyapu pandangan ke sekitar tempat duduk mereka bertiga biasa bertemu.
Mentari
pun melakukan hal yang sama, menengok kanan kiri mencari sosok Andromeda.
"Yaaah,
kok Kak Andro nggak ada. Apa mungkin Kak Andro sudah pulang ya, Kak Tari?"
lanjut Bintang dengan nada dan raut sedih dan kecewa.
"Mungkin
Kak Andro sedang ada keperluan, Bintang jadinya tidak bisa ke taman beberapa
waktu," jawab Mentari lembut berusaha menenangkan Bintang.
"Yaaah...
gagal deh Bintang ngundang Kak Andro buat datang ke ulang tahun
Bintang,"sambung Bintang lirih dengan raut sedih.
Mentari
pun duduk di bangku biasanya dan menarik kursi roda Bintang lebih dekat
menghadapnya. "Bintang jangan sedih ya, Kak Tari bakal cari cara buat
memberitahu Kak Andro buat datang hari Minggu nanti".
Bintang
menatap Mentari dalam diam. Mentari bisa melihat ada kecewa dan sedih di mata
gadis kecil itu.
“Bintang
jangan sedih ya, kalau Bintang sedih... Kak Tari jadi ikutan sedih,” lanjut
Mentari ikut memasang wajah sedih. Bintang pun buru-buru tersenyum lebar.
“Bintang ga jadi sedih, Bintang ga mau Kak Tari ikutan sedih. Bintang percaya Kak
Tari akan cari cara buat memberitahu Kak Andro”.
Mentari pun tersenyum lebar sambil mengusap kepala gadis kecil itu sambil
menganggukkan kepalanya. Mentari pun akhirnya membawa Bintang jalan-jalan
menikmati sore berkeliling taman.
Waktu
menunjukkan pukul 17.10 ketika Mentari kembali tiba di taman, hendak pulang. Ia melihati kembali tempat duduk mereka biasa bertemu
Andromeda dan sekitarnya, tak ada tanda-tanda bahwa laki-laki itu datang sore
itu.
“Kamu
kemana Dro? Apa kamu baik-baik saja?” ucap Mentari lirih. Ada khawatir di hati
gadis itu, entah kenapa. Setelah beberapa kali berpikir, Mentari pun memutuskan
mendatangi rumah Andromeda.
Adzan
Maghrib terdengar berkumandang saat Mentari tiba di depan pagar rumah
Andromeda, terlihat Pak Ahmad yang membantu di rumah Andromeda sedang merapikan
peralatan berkebun.
“Assalaamualaikum,
Pak Ahmad,” sapa Mentari tersenyum lebar menyapa laki-laki paruh baya itu.
Terdengar
jawaban salam dari laki-laki itu kemudian bergegas membukakan pintu pagar. Pak
Ahmad terlihat melihati Mentari, seolah mengingat-ingat wajah gadis itu.
“Nak
Tari yang pernah mengantarkan Mas Andro pulang bukan?” tanya Pak Ahmad sambil tersenyum ke Mentari. Mentari menganggukkan kepalanya.
“Alhamdulillah
Pak Ahmad masih ingat saya. Maaf saya datang maghrib-maghrib begini. Apa Andro-nya
ada Pak?”
Lagi-lagi
Pak Ahmad tersenyum, “ Gapapa Nak. Mas Andro ada di kamarnya, Nak Tari. Kondisi
Mas Andro drop dari kemarin, jadinya harus bed rest beberapa hari,” ujar Pak
Ahmad sembari menyilahkan Mentari masuk ke dalam rumah
“Drop?”
tanya Mentari lagi.
“Iya
Nak, kemarin puncaknya. Mas Andro lemes banget dan
demam tinggi, sampai-sampai buat bangun dari tempat tidur saja nggak bisa. Sepertinya ada yang dipikirkan
Mas Andro tapi tidak bisa diceritakan ke kami. Mas Andro kurang istirahat dan
nafsu makannya juga berkurang akhir-akhir ini
meski Mas Andro selalu bilang kalau dia tidak apa-apa,” lanjut Pak Ahmad. Ada khawatir
dalam nada bicaranya. Mentari hanya
bisa tersenyum berempati kepada laki-laki itu.
Pak
Ahmad menyilahkan Mentari duduk di ruang tamu sementara Pak Ahmad masuk ke
kamar Andromeda. Terlihat Bu Aisyah, istri Pak Ahmad, menghampiri Mentari
dengan senyum hangatnya, Mentari pun balas tersenyum dan bergegas menyalami
tangan Bu Aisyah.
Setelah
saling menanyakan kabar, Bu Aisyah pun bergegas ke dapur disaat bersamaan
dengan Pak Ahmad yang keluar dari kamar Andromeda. Pak Ahmad mempersilahkan
Mentari masuk ke kamar Andromeda. “Nak Tari, tolong bicara sama Mas Andro ya
biar Mas Andro mau cerita apa yang mengganggu pikirannya akhir-akhir ini,” ucap
Pak Ahmad lirih di depan pintu kamar Andromeda. Mentari tersenyum dan mengangguk pelan,
berusaha menenangkan laki-laki itu.
Mentari
pun masuk ke kamar Andromeda, laki-laki itu terlihat sedang duduk di tempat
tidurnya dan tersenyum kearahnya diantara wajahnya yang masih pucat. Mentari
pun tersenyum lebih lebar sembari mengucapkan salam yang langsung dibalas oleh
Andromeda.
“Silahkan
masuk, Tari,” ujarnya sembari menyilahkan Mentari untuk duduk di kursi yang ada
di sebelah ranjangnya.
“Bagaimana
kondisi kamu, Dro? Apa sudah lebih baik?” tanya Mentari dibalas anggukan pelan laki-laki itu. Kondisi laki-laki itu terlihat masih lemah meski
Andromeda berusaha untuk terlihat baik-baik saja.
“Sudah
jauh lebih baik, Tari. Aku cuma kecapekan aja. Oh iya Bintang ga ikut kesini,
Tari?“
Mentari
menggelengkan kepalanya. “Kalau Bintang lihat kondisi kamu sekarang, dia pasti
sedih dan khawatir, Dro. Gara-gara kamu ga ada di taman kemarin dan tadi aja
udah bikin Bintang jadi sedih. Itu sebabnya aku datang kesini”.
Andromeda
tersenyum menganggukkan kepalanya pelan, “Kamu benar, Tari... untung Bintang ga
ikut kesini. Aku ga mau dia jadi sedih karena mengkhawatirkan aku. Aku cuma
pingin ngelihat dia tersenyum dan tertawa aja”.
Mentari
menatap Andromeda dan tersenyum lebih lebar kepadanya.
“Minggu
ini Bintang ulang tahun, Dro. Dia berharap banget kamu bisa datang,”ujar
Mentari lagi.
“Aku
akan berusaha buat datang, Tari. Aku ga mau mengecewakan harapan Bintang,”
jawab Andromeda pelan.
“Tapi
dengan kondisi kesehatan kamu seperti ini, apa kamu bisa datang?” tanya
Mentari, ada khawatir di ucapannya itu.
Andromeda
pun diam, hanya tersenyum lirih kepada
gadis itu kemudian larut dalam pikirannya. Laki-laki itu bahkan tak yakin apakah kondisinya akan segera
membaik. Beberapa hari, matanya sulit sekali terpejam. Selain itu, meski ia
berusaha memaksakan untuk makan seperti biasanya, tapi nafsu makannya tetap tak
bisa seperti biasa. Andromeda berusaha untuk melawan lemahnya, tapi seolah ia tak berdaya menghilangkan gundah di
hati dan pikirannya.
“Drooo....”.
“Ya,”
jawab Andromeda tersadar dari lamunannya, menoleh kearah Mentari. Gadis itu
terlihat memandanginya, seolah berusaha menyelami apa yang dipikirkan
Andromeda.
“Pak
Ahmad bilang ada yang mengganggu pikiran kamu akhir-akhir ini sampai kondisi kamu nge-drop.
Apa ini ada hubungannya dengan obrolan terakhir kita tentang keinginan kamu
melepaskan seseorang yang kamu sukai?”
Andromeda balas menatap Mentari kemudian menundukkan
pandangannya.
“Aku tahu seharusnya aku ga boleh lemah
seperti ini, Tari... tapi...”. Andromeda tak menyelesaikan kalimatnya,
laki-laki itu kembali menatap Mentari dan tertawa kecil, seolah sedang
menertawakan dirinya sendiri.
“Kalau
memang hal itu mengganggu pikiran dan hati kamu sampai mengganggu kesehatan
kamu,... aku mau membantu kamu melepaskan orang itu, aku bersedia berpura-pura
menjadi cewek kamu, Dro”.
Ucapan
Mentari itu pun membuat Andromeda tertegun, ia tidak menyangka gadis itu akan
berubah pikiran.
“Kamu
serius dengan ucapan kamu, Tari?” tanya Andromeda menatap tajam kearah Mentari.
Mentari
terdiam sejenak sebelum kemudian menganggukkan kepalanya tanpa keraguan.
“Tapi
aku berharap setelah kamu melepaskan dia, kamu tidak boleh lemah seperti ini
lagi. Kamu harus lawan dan bisa berdamai dengan perasaan kehilangan kamu
setelah melepaskannya termasuk rasa bersalah kamu
ke dia,” ucap Mentari.
Andromeda
terlihat berpikir beberapa saat kemudian mengangguk
pelan.
Andromeda
pun membicarakan rencana yang ada didalam pikirannya ke Mentari termasuk
rencana tempat dia melakukan itu. Andromeda
dan Mentari sepakat akan melakukannya sebelum hari
Minggu. Andromeda
pun saling bertukar nomer handphone dengan Mentari untuk memudahkan komunikasi selanjutnya diantara keduanya.
“Ya udah,
sekarang kamu lebih baik banyak istirahat dan jangan terlalu banyak pikiran
biar kondisi kamu bisa segera pulih dan kita bisa menjalankan rencana kamu,”
ujar Mentari sambil tersenyum lebar ke Andromeda, “ingat, Bintang menunggu
kehadiran kamu hari Minggu nanti, Kak Andro. Kebahagiaan Bintang ga lengkap
tanpa kehadiran dan doa kamu, Dro”.
Andromeda
tersenyum lebih lebar sambil menganggukkan kepalanya menatap Mentari, “Iya ,
aku akan berusaha datang, aku tidak ingin membuat Bintang kecewa dan sedih,
Tari”.
Mentari
menganggukkan kepalanya, “Aku percaya itu, Dro. Aku pulang dulu ya. Cepet sehat
kembali ya. Semangaaat!”
Tawa
pun pecah diantara keduanya.
“Terima
kasih banyak, Tari. Terima kasih untuk semuanya. Tolong jangan bilang Bintang
kalau aku sakit dua hari ini ya. Bilangin juga Kak Andro minta maaf karena ga
bisa datang ke taman,“ sambung Andromeda dibalas senyuman Mentari sambil
menganggukkan kepalanya.
“Kamu
bisa sampaikan langsung permintaan maaf kamu hari Minggu nanti, Dro. Yang
penting sekarang kamu segera memulihkan kondisi kamu. Satu lagi yang harus kamu
ingat, saat kamu nggak datang ke taman karena sakit, taman kehilangan satu
pengunjung tetapnya, Dro,” ujar Mentari tersenyum lebih lebar dibalas senyuman
yang lebih lebar dari Andromeda. Kalimat gadis itu berhasil menumbuhkan
semangat di diri Andromeda untuk segera kembali sehat. Keduanya pun saling
berbalas salam lalu Mentari pun berjalan keluar kamar Andromeda hendak
menumpang sholat ke Bu Aisyah sebelum pulang.
Sebenarnya
Mentari tidak pernah setuju dengan rencana Andromeda karena baginya kejujuran
jauh tetap lebih baik dari kebohongan atau kepura-puraan. Namun melihat kondisi
kesehatan Andromeda membuat gadis itu mengalah, ia setuju membantu laki-laki
itu berpura-pura karena Mentari ingin mengurangi beban pikiran laki-laki itu.
“Semoga
kamu bisa lebih kuat melawan sisi lemah di hati dan pikiran kamu setelahnya, Dro.
Kamu berhak bahagia dan kamu pasti bisa,”
ucap Mentari di dalam hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar