Selasa, 16 Juni 2015

Cerpen: Senandung Sepasang Hati (Rizky Nazar dan Anisa Rahma sebagai Gamma dan Tetha)

Berpaling sejenak dari Kisah Rizzar Ara, meski masih terdapat kemiripan tokoh yang berkutat di dunia akting, tapi ingin membuat sebuah alur yang ingin dituntaskan di satu titik saja. Sebuah cerpen (meski tetap panjang) untuk mendamaikan debaran aneh di hati penulis, kali ini tentang Gamma dan Tetha…

Terima kasih untuk pemain tetap dalam imajinasi ini, Anisa Rahma sebagai Tetha dan Rizky Nazar sebagai Gamma. Terima kasih masih membuat alur itu mengalir dan tergali. Cerita ini bukan tentang hidup kalian, tapi imajinasi ini memang masih tentang kalian. Belum menemukan lagi pemeran-pemeran lain untuk mewarnai cerita demi cerita di imajinasi, he he.


SENANDUNG SEPASANG  HATI

Deskripsi tokoh:
Tetha : seorang artis perempuan sekaligus pencinta desain bangunan, ramah, humble,kreatif, ceria, tegar,  penyuka musik, seseorang yang selalu melihat sesuatu dengan optimis dan positif, misterius dan sangat berhati-hati menjaga hati dan rasa.
Gamma : seorang artis laki-laki, tampan, populer, punya pesona kuat bagi perempuan, hangat dan baik dibalik sikap cool-nya,  rasional, berpikir dan bertindak simple, sangat berhati-hati menjaga image, menghargai hati perempuan, introvert dan misterius soal hati .

“Setiap hati akan menemukan pemiliknya. Karena hati akan bersenandung memanggil pasangan hatinya untuk mendekat padanya. Dua hati, dua raga yang saling bersenandung, tarik menarik…”

Tetha baru sampai di lokasi syuting ketika beberapa fans sudah menunggunya dengan membawa banyak makanan dan hadiah. Tetha memahami mungkin itu wujud kerinduan mereka padanya setelah tiga bulan ini Tetha menyepi dari dunia akting karena dirinya disibukkan dengan proyek desain pertamanya. Sejak keluar dari mobilnya, Tetha tak pernah lepas dari senyuman manisnya, seolah dia ingin menularkan bahagia bagi siapapun yang dia jumpai hari itu. Sejenak Tetha menghampiri fansnya berfoto bersama mereka dan membuka makanan dari mereka untuk dimakan bersama. Ia terima semua hadiah dari fansnya dengan ucapan terima kasih yang tak lelah ia ucapkan berkali-kali. "Kalian nggak perlu repot-repot seperti ini, kalian tetap mendukung dan mendoakan aku saja itu jauh lebih dari cukup," ujar Tetha sambil tersenyum dikelilingi fansnya. "Kangen banget, Kak,.. apalagi kakak jarang online sejak sibuk dengan proyek kakak," ujar salah satu fansnya. "Kangen lihat senyuman kamu, Tha. Biasanya kamu selalu punya cara simpel menularkan bahagia ke kita semua," ujar fans yang lainnya. "Kangen, dik lihat kamu share hal-hal lucu dan kata-kata positif di ig, fb, atau twitter kamu," ujar satunya lagi. Tetha makin bertekad untuk tersenyum lebar, seolah ingin membayar rindu yang ia tinggalkan untuk orang-orang asing maupun yang dikenalnya yang peduli dan sayang padanya yang kini ada di depannya. Setelah bercanda dan mengobrol ringan dengan fansnya, Tetha pun segera masuk ke dalam lokasi syuting yang tertutup untuk umum. Lokasi syuting…, tempat yang tak bisa dipungkiri ternyata menggoreskan rindu di hatinya. Di lokasi syuting, Tetha banyak belajar hal-hal baru, tentang kerja sama, mengontrol ego dan emosi, memahami watak orang, mendalami watak-watak karakter yang menjadi perannya, dan banyak lagi hal lainnya.
Lokasi syuting juga menyisakan jejak di hatinya, tentang seseorang yang berhasil menyusup di hatinya tanpa dia minta meski rasa itu hanya bisa dia simpan untuk dirinya sendiri.
“Tethaaa… apa kabar, say? Kangen banget bercanda dan selfie bareng kamu, say“. Terlihat perempuan usia 30-an menghampirinya dengan pelukan hangatnya. “Kak Rani… kangen banget, Kak di make up in sama kakak sambil ngobrol ngalor ngidul tentang kehidupan, he he”. Tetha membalas pelukan Rani dengan erat dan tak kalah hangat. Rani salah satu kru di lokasi syuting yang dekat dengan dirinya. Dari Rani, Tetha belajar untuk lebih menghadapi banyak hal yang tidak sesuai bayangannya dengan santai. Dari perjalanan Rani hingga di profesinya sekarang, Tetha belajar bahwa menyerah adalah kalimat terakhir yang menjadi pilihan saat semua pilihan memang benar-benar tertutup, tapi selama celah itu masih ada maka menyerah itu menjadi pantangan. Rani adalah salah satu sosok perempuan yang membalut tangguh dalam lemah lembutnya. Tetha merasa mendapatkan kakak baru ketika mengenalnya.
“Gimana proyek desain kamu, Tha? Sukses kan, say? Cerita donk,” tanya Rani menarik tangan Tetha ke salah satu sudut di lokasi syuting itu sambil menunggu waktu.
Tetha tersenyum lebar, pengalaman pertama yang nggak bisa dilupain deh, Kak. Begadang, memikirkan konsep, dan bahkan menyepi menyerap ide dari alam langsung di daerah pedalaman yang benar-benar jauh dari kata modern, menyenangkan banget he he,” cerita Tetha dengan antusias. “Tapi jujur setelah tiga bulan, benar-benar kangen sama situasi syuting begini lagi, Kak,” ujar Tetha sambil meringis.
“Oh ya, Kak Rani… hari ini Tetha disuruh datang kesini untuk briefing FTV baru Tetha katanya. Kak Rani tahu nggak, kali ini Tetha bakal dipasangkan sama siapa? Soalnya saking kangennya sama suasana syuting, pas Tetha baca garis besar cerita dan perannya, Tetha langsung oke tanpa pikir panjang,” ujar Tetha penuh semangat. Rani menggelengkan kepalanya, dia tidak punya bayangan siapa yang bakal jadi lawan main Tetha. “Project baru kamu ini, Kak Rani benar-benar nggak punya bocoran, aku aja kaget pas lihat kamu disini”.
Tetha tersenyum melihat ekspresi Rani yang ia rasakan tulus merindukannya seperti dia juga merindukan becanda dengan Rani. Mereka larut dalam cerita Tetha tentang pengalaman pertamanya dan sedikit cerita-cerita lucu yang terjadi di lokasi syuting selama Tetha break, ketika terdengar suara seseorang yang tidak asing bagi Tetha sedang menyapa kru di lokasi syuting. “Pagi, Kak, hari baru, last day dan lanjut project baru… semangat banget hari ini, ha ha”. Terdengar tawa pecah diantara suara beberapa laki-laki yang berada tak jauh dari Tetha, sementara Tetha hanya memandangi sosok tak asing itu beberapa saat. “Tha… Tetha?” panggil Rani. Setengah terkejut Tetha menoleh kearah Rani sambil tersenyum. “Sepertinya ada yang terpesona pagi ini, ya… Berdebar-debar ya, Tha?” goda Rani membuat Tetha tertawa kecil lalu sedikit manyun sambil menggelengkan kepalanya. “Apaan sih Kak Rani, cuma sedikit kaget saja, karena lama nggak pernah ketemu sama Gamma kok. Oh iya, jangan-jangan Gamma lagi syuting yang hari ini hari terakhir katanya, ya Kak?” tanya Tetha berusaha bersikap biasa saja meski hatinya tak pernah bisa disuap untuk tidak berdebar-debar setiap kali melihat Gamma.
Rani mengangguk sambil tersenyum menggoda Tetha. “Isssh, apa makna senyuman aneh itu coba, udah nggak mempan kali Kak, Gamma bukan orang yang bisa diceng-cengin kali Kak, nanti ada yang marah lagi,” jawab Tetha ringan dengan raut wajah santai. Rani masih memandangi Tetha, seolah tidak percaya gadis periang di depannya itu sudah tidak memiliki rasa kepada Gamma. Rani cukup menjadi saksi merekam perjalanan mereka yang perlahan menautkan hati demi hati diantara keduanya meski hanya dalam diam dan tanpa kata. Rani juga memahami kata itu tak mungkin terucap diantara keduanya, apalagi Gamma sudah memiliki teman perempuan yang dekat dengannya. Rani hanya bisa mengamati bagaimana bahasa hati itu bersenandung indah setiap kali Tetha dan Gamma terlibat dalam project yang sama. Meski mereka berdua tak pernah mengakuinya.
Rani mencubit lembut pipi Tetha, “Ada kalanya jujur sama diri sendiri itu, tidak salah kok Tha. Selama kita tahu batasannya, why not?” ujar Rani sembari tersenyum. Tetha menatap Rani sejenak. Tetha sadar dia selalu berusaha mengingkari perasaan itu didepan semua orang, meski dia tak pernah mengingkari perasaannya ke Gamma saat dia berteman dengan bayangannya sendiri. Tetha hanya diam tak berucap, hanya tersenyum. Dia tak ingin kebohongan itu memulai hari pertamanya kembali ke lokasi syuting meski kebohongan itu demi kebaikan. Tetha hanya tersenyum lebar, memberikan teka-teki baru kepada Rani yang ada dihadapannya. Sementara itu, dari agak jauh, Gamma terlihat mengamati sosok yang juga tak asing baginya. Sosok yang sudah lama menghilang dari pandangannya, sosok yang berusaha ia enyahkan dari pikirannya, tapi tetap saja betah mendiami salah satu sudut hatinya, di sebuah ruang tentang rindu. “Tetha… senyuman itu selalu membuat dunia terlihat berwarna dan makin indah. Apa kabarmu, Tha?” ucap Gamma dalam hati. Entah kenapa, melihat Tetha yang selalu ceria itu membuat satu bagian di hati Gamma seolah hidup dan berdansa dengan riuhnya. “Ma., ini script FTV terbaru kamu, dipelajari ya buat lusa,” ujar Kak Adhit, salah satu script writer,  menepuk bahu Gamma sambil tersenyum kecil melihat Gamma yang mencuri-curi pandangan ke Tetha. “Oh…., iya Kak. Kakak bikin kaget saja. Lawan main aku siapa, Kak di FTV terbaru? Masih dengan lawan main yang sama dengan FTV yang last day hari ini, kah Kak?” ujar Gamma dengan tampang polos sambil nyengir. Adhit yang ada di hadapan Gamma pun langsung tertawa kecil. “Fokus, Ma… baru tiga bulan nggak lihat dia sudah seperti bertahun-tahun tidak berjumpa, ha ha”. Gamma menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal memasang tampang seolah tidak paham. “Tapi tenang, kangen kamu bakal terobati. Kamu bakal main bareng dan bisa melihat lebih dekat dengan puas orang yang bikin kamu senyum-senyum dan nggak berkedip mencuri-curi pandang kearahnya.” Gamma menatap setengah tertegun ke script writer yang ada dihadapannya itu, “Seriuss… aku … bakal main bareng Tetha lagi, Kak? Tapiii… “
“Tapi apa, Ma… kamu nggak mau? Hmmm mata dan ekspresi kamu tidak mengatakan begitu sepertinya”. Gamma tersenyum kecil, sejenak dia speechless, kehilangan kalimat. “Biarkan hati kamu bersenandung bahagia sejenak, Ma. Aku bisa mendengarnya meski tanpa banyak kata. Yang terpenting kamu tahu batasannya saja. Sesekali kamu perlu memberikan ruang buat diri kamu keluar dari sekedar rutinitas syuting dan menikmati syuting sebagai bagian menghibur diri sendiri” ujar Adhit menepuk bahu Gamma mantap sembari tersenyum lebar sebelum akhirnya meninggalkan Gamma dan menuju ke tempat Tetha bercanda dengan Rani.
Gamma masih terdiam di tempatnya. Kalimat yang baru didengarnya itu seolah mendapatkan dukungan dari hatinya. Iya hatinya mulai bersenandung lirih tanpa diminta. “Tapi bukannya manajemen aku sudah menyarankan aku untuk menghindari satu project dengan Tetha, bukankah hidup aku lebih tenang saat kami berjauhan?” Pertanyaan itu berputar-putar di dalam pikirannya meski di sisi lain hatinya seolah sedang mengajaknya berdansa merayakan bahagia yang menyusup saat itu.
“Tha, ini dialog kamu buat lusa. Welcome back ya Tha.. senang banget lihat kamu dan senyuman kamu itu yang membuat hari makin ceria dan penuh semangat saja, “ujar Adhit sambil tersenyum lebar. Tetha membuka-buka dialog jatah dia, ketika dia melihat nama Gamma sebagai lawan mainnya. Kali ini gantian Tetha yang speechless untuk beberapa saat. “Main dengan Gamma lagi? Bukannya beberapa bulan sebelum aku meninggalkan sejenak dunia syuting, aku sudah bertekad untuk selalu mencari alasan agar sebisa mungkin tidak satu project lagi dengan Gamma?” ujar Tetha dalam hati. “Hmmm baru tahu lawan mainnya saja sudah speechless satu sama lain, apalagi nanti kalo sudah syuting ya, pasti banyak kesan,” ujar Adhit ke Rani sambil senyum-senyum ke Tetha yang masih terdiam di tempatnya. “Tha… Tetha…, “. Suara Rani menyadarkan Tetha dari lamunannya. “Ya, Kak… maaf… Tetha…, ,” ujar Tetha setengah tertegun dan berusaha menormalkan senyumannya. Rani dan Adhit pun makin tersenyum lebar. “Anggap ini penyambutan kembali kamu ke lokasi syuting, bermain kembali dengan seseorang yang juga pernah menyambut kamu dengan istimewa beberapa tahun lalu di awal-awal karier akting kamu”. Tetha tersenyum. Rani dan Adhit pun bergantian menggoda dan bercanda dengan Tetha. Dari kejauhan, Gamma melihat canda itu dengan senyum kecilnya diantara kegalauan yang memenuhi pikirannya. “Selamat datang kembali, Tha… senang melihat kamu mewarnai lokasi dan juga salah satu sudut hati aku dengan senyuman unik kamu itu…”.
Tetha sedang asyik mengobrol dengan Adhit tentang karakter di peran barunya itu, ketika dia melihat Rani sudah kembali tenggelam dalam tugasnya, berlari-lari sepertinya hendak mengambil peralatan make up yang tertinggal di salah satu ruangan syuting. Saking terburu-burunya, Rani tidak melihat ada sebuah mobil yang mengangkut properti syuting lewat dengan agak kencang di dekatnya, apalagi dia terbiasa dengan earphone di kedua telinganya. Tetha yang melihat hal itu pun tanpa berpikir panjang berlari kearah Rani. Sementara Gamma yang masih memandangi gerak gerik Tetha pun tanpa pikir panjang juga langsung berlari kearah yang sama. “Buuuuk….”. Tetha berhasil mendorong Rani jauh dari mobil dan Tetha yang terduduk itu mendapati Gamma sedang memegang erat kedua lengan Tetha. Tetha tertegun dan berusaha melepaskan pegangan Gamma dari lengannya ketika ia melihat darah menetes dari kepala bagian belakang Gamma yang berjarak hanya beberapa centimeter di hadapan Tetha. "Ma...," ucap Tetha lirih dan terdengar khawatir sembari menatap wajah Gamma. Tak ada jawaban dari Gamma, perlahan pegangan tangan laki-laki itu pun terlepas dari lengan Tetha. Tubuh Gamma terkulai kesamping, Tetha pun langsung menangkap tubuh laki-laki itu dengan tangannya. Sontak semua kru dilokasi syuting terkejut melihat kejadian yang cukup cepat itu. Dengan sigap, Adhit dan beberapa kru segera membawa Gamma yang tak sadarkan diri itu ke rumah sakit terdekat. Tampak Rani juga ada disana. Berkali-kali Tetha memanggil-manggil nama Gamma dan mengguncang pelan tubuh Gamma. Air matanya mengalir begitu saja diantara rasa syoknya. "Ma, bangun Ma... . Kamu nggak apa-apa kan, Ma?" ujarnya lirih. Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, Tetha melakukan itu pada Gamma yang tidak sadarkan diri dan tersandar di sebelahnya.
20 menit kemudian, Gamma segera mendapatkan perawatan di rumah sakit. Sementara Tetha terduduk diam di depan ruang ICU. "Apakah ini pertanda seharusnya kita tetap tidak saling dekat, Ma?" ucap Tetha dalam hati, sambil mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Ia tidak pernah ingin orang lain melihatnya dengan air mata seperti itu meski hatinya menangis deras saat itu. "Tha.. tenang Tha.... Insyaa Allah Gamma bakal baik-baik saja," ujar Rani memegang bahu Tetha berusaha menenangkannya. "Seharusnya Gamma nggak ada di dalam ICU itu, harusnya aku yang disana Kak," jawab Tetha pelan sembari berusaha tersenyum tegar meski raut wajahnya dipenuhi rasa bersalah. Beberapa saat kemudian Tetha larut dalam diamnya, larut dalam doa-doanya untuk Gamma hingga kemudian Gamma keluar dari ICU dan dipindahkan ke ruang rawat inap. Dokter mengatakan luka di bagian belakang kepala Gamma menyebabkan gegar otak ringan pada Gamma, tapi kondisi Gamma tidaklah terlalu parah. Terlihat Ibu Gamma tiba di rumah sakit saat itu dan segera masuk ke ruang rawat inap Gamma. Tetha pun ikut masuk mengikuti Ibu Gamma beberapa saat kemudian. "Maafin Tetha, Tante. Semua ini salah Tetha, kalau saja Gamma tidak berlari menolong Tetha, pasti Gamma baik-baik saja. Harusnya Tetha yang terbaring disini, Tante". Entah kenapa, air mata Tetha kembali mengalir meski ia berusaha sekuat tenaga menahannya. Ibu Gamma menoleh ke arah Tetha dengan bekas darah ada di jaket yang dipakainya. Mata Ibu Gamma terlihat sembab karena mencemaskan kondisi Gamma. Ibu Gamma hanya diam memandangi Tetha yang dipenuhi raut wajah bersalah dan menyesali kecelakaan yang dialami Gamma. "Kita doakan saja, ya Nak... semoga Gamma baik-baik saja. Dokter bilang insyaa Allah Gamma akan baik-baik saja," ujar Ibu Gamma kemudian sambil tersenyum lembut. Ibu Gamma bisa melihat, gadis dihadapannya itu sedang mengalami syok dengan kejadian yang dialami anak kesayangannya itu meski gadis itu berusaha untuk tegar. "Kalau Tante mau marah ke Tetha, marah saja Tante, Tetha terima, Tetha yang salah... ungkapin saja semua kesedihan dan kecewa Tante". Ibu Gamma perlahan mendekati Tetha. Beliau pernah beberapa kali mendengar tentang gadis dihadapannya itu. Entah itu dari Gamma ataupun dari televisi atau pihak lain. Yang pernah beliau ingat, Gamma pernah mengatakan bahwa gadis ini seolah tidak punya rasa sedih. Gadis yang selalu bersemangat dan tidak mudah mengeluh apapun yang dia harus jalani di lokasi syuting. Gadis yang selalu menyisakan senyumnya kepada semua orang di tiap kesempatan. Ibu Gamma menggenggam tangan Tetha yang masih menunduk seolah pasrah apapun yang akan diperbuat Ibu Gamma padanya. "Doain Gamma, ya Nak. Insyaa Allah Gamma baik-baik saja". Tetha mengangkat kepalanya dan memandang kearah Ibu Gamma. Ibu Gamma terlihat tersenyum kearahnya diantara mata sembabnya. Tetha menghambur ke pelukan Ibu Gamma seketika. "Maafin Tetha, Tante... Ya, Gamma pasti baik-baik saja." Air mata Tetha kembali mengalir meski berusaha ia tahan, dan Ibu Gamma pun membelai lembut kepala Tetha dalam pelukannya.

Tetha pun kemudian berpamitan untuk ke musolla yang ada di rumah sakit itu dan meninggalkan Gamma berdua dengan ibunya. 10 menit kemudian, perlahan Gamma membuka matanya. "Bu...," ucapnya lirih sambil memegang kepalanya yang kesakitan.
"Alhamdulillah, kamu sudah sadar, sayang," ujar Ibu Gamma sambil mengelus rambut Gamma.
"Tetha mana, Bu? Tetha baik-baik saja kan, Bu?" tanya Gamma pelan.
"Tetha ada disini, sayang. Dia sekarang sedang ada di musolla. Dia syok melihat kondisi kamu yang terluka setelah menolongnya".
"Bu... ini bukan salah Tetha kalau Gamma seperti ini. Gamma yang menolong Tetha tanpa dia minta. Gamma tidak berpikir panjang tadi, karena hati Gamma tidak bisa membiarkan Tetha terluka".
Ibu Gamma mengelus rambut putranya itu sambil mengangguk seraya tersenyum lembut. "Ibu tahu, Nak.. dengan melihat Tetha ibu bisa merasakannya, dia pun rela menggantikan kamu berbaring disini dibandingkan melihat kamu seperti ini".
Sementara itu, untuk sesaat Tetha terlarut dalam doa dan ibadahnya di musolla rumah sakit itu, berharap Gamma akan segera pulih. Untunglah darah Gamma hanya mengenai jaketnya sehingga dia bisa sholat dan beribadah dengan melepas jaketnya. Tetha duduk di samping Rani dan Adhit yang masih menunggui di rumah sakit. Ia hanya diam, meski ia berusaha menyembunyikan kesedihannya saat itu. "Kak, kalau kalian berdua mau balik ke lokasi syuting, silahkan saja. Biar Tetha yang menemani Gamma disini". Rani menepuk bahu Tetha. "Kita berdua akan tetap disini menemani kamu dan Gamma, Tha". Tetha tersenyum. Meski hatinya terasa sakit karena luka Gamma, tapi dia berusaha untuk tersenyum. "Jangan salahkan diri kamu, Tha... Gamma melakukan ini karena dia ingin melindungi kamu dan tidak ingin membiarkan kamu terluka," timpal Adhit. "Seharusnya Gamma tidak perlu melakukan ini, Kak... apalagi hanya untuk seorang Tetha..Diri Gamma itu terlalu berharga untuk melakukan hal seperti ini...," ujar Tetha lirih.
"Apa kamu tidak bisa mendengar senandung diantara hati kalian, Tha? Senandung itu sangat indah, bahkan aku bisa mendengarnya," ujar Adhit membuat Tetha memandang kearahnya.
"Iya Tha, Gamma melakukan ini karena dia peduli ke kamu," ujar Rani membelai lembut kepala Tetha.
Tetha terdiam memandangi kedua orang dihadapannya itu bergantian. "Senandung hati? Antara aku dan Gamma? Mana mungkin ada, sedangkan hati Gamma sudah ditempati meski hati aku mungkin bersenandung sendiri...," pikir Tetha dalam hati. Kembali pikiran Tetha teringat bagaimana Gamma berusaha melindunginya. Hatinya terdengar bersenandung, bahkan senandung itu begitu pilu terdengar oleh Tetha. Senandung tentang sakit yang Tetha rasakan tentang luka yang dialami Gamma karena dirinya. Tetha tersenyum, "Nggak, Kak... Gamma melakukan itu karena dia orang baik... ya orang baik... Bahkan sejak awal aku mengenalnya, hati aku pun bilang dia orang baik". Adhit dan Rani pun hanya membalas senyum kepada Tetha. Mereka tidak ingin mendebat Tetha saat itu karena mereka tahu dinding itu sengaja Tetha bangun dengan alasan tertentu. Alasan yang semua bermula pada keyakinan dua hati yang baik.
Tetha masih terdiam dalam doanya ketika, Ibu Gamma keluar dari ruang rawat inap mengabarkan Gamma yang sudah siuman. Ruang tunggu itu seketika dipenuhi dengan senyuman dari orang-orang yang ada disana, tak terkecuali Tetha. "Tha..., masuk Nak... Gamma mencari kamu sejak dia siuman". Tetha pun mengangguk dan perlahan masuk ke ruang rawat inap Gamma. Ragu, Tetha melangkah mendekat. 

Tetap bersambung juga akhirnya, he he.  Niatnya menyelesaikan dalam satu malam, biar semua debaran aneh di hati bisa hilang. Apa daya, tubuh berdemo meminta hak istirahatnya. Mata dan stamina menuntut berhenti dari kerja paksa si empunya diri yang masih dikejar-kejar deadline tugas, he he. Padahal imajinasi tersenyum lebar bahkan tertawa ingin membantu empunya diri menyelesaikan cerpen yang tetap saja panjang ini, he he. Bersambung segera sampai part endingnya, insyaa Allah. SEMANGAT!!!

Part Setelahnya

4 komentar:

  1. Semangat,selalu kagum dengan karya2 yg u buat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih sudah membaca cerpen yang panjang dan ternyata harus bersambung ini, he he. Insyaa Allah menyelesaikan cerita ini setelah liburan dan sampai di rumah ortu☺✌. Semangaaat, kamu bisa saja, karyaku ini sekadarnya saja, he he.. Harap dimaklumi ya. Semoga kamu suka meski ceritanya kurang variatif mungkin. Sekali lagi terima kasih. Ayo kamu menulis juga, biar kita bisa saling membaca karya satu sama lain 👍☺

      Hapus
  2. Selalu ada keterikatan yang bermakna di ke2 hati itu..entah rizzar ara ataupun tettha gamma..tetap selalu ngena di hati yg baca..selalu setia menunggu karya mu ka..oiaa..aku ada DM di IG kka..pasti belum liat deh he..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih sudah berkenan membaca dik ☺❤. Masih saja cerita yg sederhana saja, he he. Btw, nggak ada komen di ig dari adik, jangan-jangan bukan aku kali dik, he he ☺✌. Tetap semangat buat kita semua ☺.

      Hapus