Kamis, 08 Oktober 2015

Batu - "Tanya" Buat Diri Sendiri

Aku bukan batu, tapi aku merasa diamku seperti batu. Aku tahu ada banyak hal di sekitarku yang mengusik hati nurani. Hal-hal sederhana tentang kehidupan yang aku pun merasa tidak berdaya untuk mengubahnya seperti yang aku mau. Pengemis anak yang berseragam sekolah di halte stasiun UI, entah siapa yang mengajarinya. Anak-anak melakukan seperti itu pasti ada lingkungan (didalamnya ada manusia dewasa) yang membentuknya. Aku cuma bisa diam, hanya bisa tidak memberi tanpa bisa memberikan solusi yang lebih baik meski hati terusik tiap kali adik itu tanpa sungkan meminta uang demi uang dengan alasan sekolah. Kedua, pengamen kecil yang membahayakan dirinya bergelantungan di angkot. Dan lagi-lagi aku hanya bisa diam. Memberi uang kepadanya terasa kejam karena itu artinya aku berperan menjerumuskan dia, membahayakannya dengan rasa nyaman yang dirasakannya dengan apa yang dilakukan. Namun, tidak memberi pun membuat simpati di hati berteriak antara tega dan tidak tega.
Apa yang bisa dilakukan olehku?

Aku teringat satu adik kecil penjual koran di lampu merah depan masjid Sabilal Muhtadin Banjarmasin. Aku menghargainya yang tidak bermental pengemis tapi pejuang, meski seharusnya dunia anak-anak bukanlah dunia bekerja melainkan dunia untuk mereka bermain dan belajar. Namun, kadang kehidupan mungkin memaksa anak-anak untuk bekerja :(.

So what can i do?

Hai batu yang bukan batu, ... sampai kapan kamu membatu? Tak bisakah kamu menjadi udara yang bisa dirasakan manfaatnya meski tak terlihat???




Tidak ada komentar:

Posting Komentar