Kamis, 10 Maret 2016

Konstelasi Hati BINTANG Buat ARA - Part 5 (Ekstra) : Flashback

Part Sebelumnya 

Part 5 (Ekstra) : Flashback

Ara merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya, matanya terasa lelah, ketika bayangan Bintang hadir seakan menjadi pengantar tidurnya. Entah kenapa, hati Ara bahagia mengingat Bintang yang beberapa kali tersenyum dan tertawa malam itu. "Aku ingin membantumu lebih banyak tersenyum, Bintang," ujar Ara dalam hati. Tiba-tiba ia teringat ucapan Lintang tentang Bintang. "Setelah tugas aku selesai, baru aku bisa pergi menjauhimu dengan tenang seperti nasihat Lintang". Ara tersenyum sejenak sembari memikirkan kalimatnya itu ketika kemudian ia terlelap.
Waktu menunjukkan pukul 00.30 saat Bintang baru masuk ke kamarnya. Ia segera merebahkan tubuhnya ke springbed empuknya dengan earphone masih terpasang di telinganya. Pertemuannya dengan Ara kembali menghiasi pikirannya begitu juga senyum dan tawa perempuan itu. Bintang kembali teringat bagaimana dirinya dan Ara sedikit berdebat di depan cashier. Bintang bersikukuh untuk membayari makan mereka karena ia merasa itu hal yang sudah wajar dilakukan oleh laki-laki sekaligus sebagai bentuk ucapan terima kasihnya kepada Ara yang sudah datang menemui dan mengkhawatirkannya. Sementara Ara bersikeras membayar makan mereka masing-masing.
"Terima kasih banyak atas tawarannya Bintang, tapi aku nggak bisa terima traktiran kamu. Kita bukan suami istri, saudara, bahkan teman dekat juga bukan," ucap Ara saat itu setelah akhirnya mereka membayar makanannya masing-masing. Ara terlihat tersenyum sehingga Bintang pun balas tersenyum.
"Jadi aku harus menikah dulu sama kamu agar bisa menraktir kamu, Ra?" kali ini Bintang sengaja menggoda Ara sambil tertawa. Ara mengangguk seolah meladeni candaan Bintang itu sambil tersenyum lebar. Keduanya pun tertawa.
"Dan seberapa dekat aku harus berteman dengan kamu sampai aku bisa mentraktir kamu, Ra?" tanya Bintang lagi, kali ini dengan mimik muka yang serius. Ara menatap Bintang sejenak kemudian tersenyum lebar, "Setidaknya bukan pertemuan kali ini, Bin. Mungkin beberapa pertemuan lagi, baru kamu boleh menraktir aku". Bintang balas tersenyum masih menatap Ara, "Kamu curang, Ra. Aku tidak boleh menraktir kamu, tapi kamu belikan aku ronde dan tolak angin tadi. Harusnya aku juga boleh menolak menerima traktiran kamu itu".
"Kamu keberatan, Bintang?" Terlihat raut wajah Ara tiba-tiba berubah menjadi serius. Ada rasa canggung dan bersalah di raut perempuan yang sedang Bintang pandangi itu. Ragu, Ara melirik Bintang sejenak kemudian mengalihkan pandangannya, menunduk memandangi tanah basah.
"Aku sama sekali tidak keberatan, Ara. Aku sangat menghargai kebaikan kamu tadi yang aku rasakan tulus dari hati, Ra. Semoga kamu mendapatkan balasan yang indah ya, Ra," ujar Bintang riang. Ara menoleh kearah Bintang, Bintang terlihat sedang tersenyum lebar padanya sehingga Ara pun balas tersenyum lebih lebar sambil mengaminkan doa Bintang untuknya.
Bintang pun tersadar dari ingatannya ketika ada peringatan baterai lemah dari handphonenya menginterupsi suara Ara menyanyikan lagu Bintang Kecil di telinganya. Jam di dinding kamarnya memberitahunya bahwa hari makin merangkak menuju pagi. "Sulit sekali untuk bisa mentraktir kamu makan, Ra. Padahal aku cuma ingin sedikit berterima kasih untuk semua yang kamu lakukan buatku," ujar Bintang tertawa kecil. Kalimat Ara tentang suami istri itu kembali mengingatkan Bintang kepada ucapan ibunya tentang teman hidup. Lagi-lagi Bintang menggelengkan kepalanya sambil tersenyum sendiri, Bintang tak habis pikir kenapa wajah Ara beberapa kali tersenyum saat kata teman hidup terbelesit di pikirannya.
Senin pagi pun menjelang, Bintang dan Ara tenggelam dengan rutinitas masing-masing. Ara disibukkan melayani kunjungan siswa sebuah SMA ke perpustakaan lembaga penelitiannya dari pagi hingga waktu istirahat. Waktu di arloji Ara menunjukkan pukul 12.00 saat Lintang, sahabat baik Ara itu sudah tersenyum manis di depan tempat duduk Ara.
"Selamat siang Mbak. Ada yang bisa saya bantu?" sapa Ara sambil tersenyum manis menggoda Lintang.
"Siang juga, Mbak. Iya nih, saya tersesat habis belanja di dekat sini dan kelaparan. Saya perlu teman buat menemani saya makan siang nih. Apa Mbaknya bisa?" ucap Lintang dengan raut wajah sok serius disambut dengan tawa kecil Ara sambil menganggukan kepalanya. Tawa Ara dan Lintang pun pecah dengan suara tertahan karena mereka sedang di perpustakaan.
Ara pun mengajak Lintang makan siang di kantin kantornya. Ara mendengarkan cerita seputar aktivitas belanja sahabatnya itu sampai kemudian giliran Ara balik berbagi cerita dengan Lintang.
"Tang, tadi malam aku bertemu dengan Bintang," ujar Ara memulai ceritanya. Ia memutuskan tidak menyembunyikan hal itu dari Lintang. Lintang menatap Ara, masih tetap terdiam, menunggu Ara memberikan penjelasan lebih lanjut.
"Bintang hadir di mimpi aku, sedang menunggu aku di suatu tempat dan tertidur di tengah hujan. Aku khawatir kemudian memutuskan mendatangi tempat itu dan Bintang ternyata memang disana," lanjut Ara lagi.
Lintang tersenyum kearah Ara. "Aku belum bisa memahami yang terjadi diantara kalian, Ra, tentang mimpi dan lain lain. Tapi..., aku cuma khawatir kalau-kalau Bintang menyakiti kamu, Ra. Bintang tipe orang yang sangat mungkin bisa membuat kamu kecewa dan sedih Ra, apalagi dia sudah punya cewek, Ra".
Ara balik tersenyum lebar kearah Lintang.
"Aku mengerti kekhawatiran kamu, Tang. Makasih banyak, ya. Tapi beri aku waktu untuk membantu Bintang lebih banyak tersenyum lagi. Setidaknya sampai wajah sedih Bintang tidak hadir lagi di mimpi dan pikiran aku. Lagipula, Bintang sudah putus dengan ceweknya, Tang".
"What? Putus? Kemarin lusa cewek itu masih ngelabrak aku dan sekarang mereka sudah putus? Kebetulan banget momen putusnya. Apa Bintang yang bilang ke kamu, Ra?"
Ara mengangguk.
"Kalo begini, aku makin khawatir, Ra. Aku semakin takut Bintang bakal nyakitin kamu. Please, Ra tolong kamu pikirkan lagi niat kamu untuk membantu Bintang, Ra. Aku ga mau kamu terluka saat  tumbuh harapan perlahan di hati kamu tentang Bintang," sambung Lintang berusaha meyakinkan Ara yang duduk di hadapannya itu.
Ara tetap tersenyum, "Bintang bilang alasan dia putus dengan ceweknya tidak ada hubungannya dengan aku dan kamu. Ada masalah yang tidak bisa diselesaikan diantara keduanya. Lagipula Bintang punya cewek atau nggak, itu bukan urusanku. Tapi aku tidak bisa tidak peduli ke Bintang saat ini, Tang. Aku sudah berjanji membantunya lebih banyak tersenyum lagi. Saat ini Bintang hanya perlu teman berbagi untuk tersenyum lagi. Aku akan berusaha menjaga hati aku agar tidak terluka, Tang".
Lintang masih menatap Ara. Lintang memahami susah untuk mengubah niat Ara itu, Ara adalah tipe orang yang selalu mengikuti kata hatinya dan saat dia yakin terhadap sesuatu, Ara akan tetap melakukannya.
"Apa kamu menyukai Bintang, Ra?" tanya Lintang tiba-tiba. Ara balas menatap Lintang, Ara terlihat berpikir sejenak kemudian dengan ragu menggelengkan kepalanya. "Kalau rasa suka yang kamu maksud seperti kamu ke Oktan sekarang, sepertinya bukan, Tang. Aku cuma suka saat melihat Bintang lebih banyak tersenyum dan tertawa". Ara tersenyum sejenak bersama pikirannya kemudian kembali menatap Lintang.
Lintang tersenyum lebar sembari mengangguk-anggukan kepalanya pelan. "Aku tahu mungkin apa yang kamu rasakan ke Bintang rumit untuk diartikan, Ra. Aku cuma khawatir. Bisa jadi buat Bintang, kamu sekedar teman sesaat yang diperlukan dia saat-saat ini untuk bisa membantunya tersenyum. Tapi kamuuu, kamu adalah tipe orang yang tidak mudah melupakan perasaan kamu ke seseorang. Aku takut saat Bintang tersenyum dan pergi, justru dia meninggalkan perasaan sedih itu buat kamu. Tapi..., apapun yang akan terjadi, aku akan temani kamu, Ra". Mata Ara terlihat berkaca-kaca, Ara kemudian membalas senyuman Lintang lebih lebar lagi sambil mengucapkan terima kasih. "Jewer aku ya, Tang kalau ternyata aku nanti galau berkepanjangan gara-gara Bintang atauuuuu kalau nggak, kenalin aku sama cowok baru," ujar Ara sambil tertawa. Lintang pun menganggukkan kepalanya mantab, ikutan tertawa.
Ara tahu setiap tindakan yang dipilih, termasuk tentang Bintang, akan melahirkan banyak kemungkinan akibat, entah itu berujung bahagia atau bahkan berujung pada kemungkinan terburuk, termasuk melukai hatinya. Namun, Ara yakin untuk tetap melakukannya, karena hatinya memintanya melakukannya dan terlebih karena apapun yang terjadi, ia punya Lintang, sahabat baik yang akan tetap ada disisinya.

Part Setelahnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar