Part
5 (Ekstra) : Flashback
Ara merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya, matanya
terasa lelah, ketika bayangan Bintang hadir seakan menjadi pengantar tidurnya.
Entah kenapa, hati Ara bahagia mengingat Bintang yang beberapa kali tersenyum
dan tertawa malam itu. "Aku ingin membantumu lebih banyak tersenyum,
Bintang," ujar Ara dalam hati. Tiba-tiba ia teringat ucapan Lintang
tentang Bintang. "Setelah tugas aku selesai, baru aku bisa pergi
menjauhimu dengan tenang seperti nasihat Lintang". Ara tersenyum sejenak
sembari memikirkan kalimatnya itu ketika kemudian ia terlelap.
Waktu menunjukkan pukul 00.30 saat Bintang baru masuk
ke kamarnya. Ia segera merebahkan tubuhnya ke springbed empuknya
dengan earphone masih terpasang di telinganya. Pertemuannya dengan Ara kembali
menghiasi pikirannya begitu juga senyum dan tawa perempuan itu. Bintang kembali
teringat bagaimana dirinya dan Ara sedikit berdebat di depan cashier. Bintang
bersikukuh untuk membayari makan mereka karena ia merasa itu hal yang sudah
wajar dilakukan oleh laki-laki sekaligus sebagai bentuk ucapan terima kasihnya
kepada Ara yang sudah datang menemui dan mengkhawatirkannya. Sementara Ara
bersikeras membayar makan mereka masing-masing.
"Terima kasih banyak atas tawarannya Bintang,
tapi aku nggak bisa terima traktiran kamu. Kita bukan suami istri, saudara,
bahkan teman dekat juga bukan," ucap Ara saat itu setelah akhirnya mereka
membayar makanannya masing-masing. Ara terlihat tersenyum sehingga Bintang pun
balas tersenyum.
"Jadi aku harus menikah dulu sama kamu agar bisa
menraktir kamu, Ra?" kali ini Bintang sengaja menggoda Ara sambil tertawa.
Ara mengangguk seolah meladeni candaan Bintang itu sambil tersenyum lebar.
Keduanya pun tertawa.
"Dan seberapa dekat aku harus berteman dengan
kamu sampai aku bisa mentraktir kamu, Ra?" tanya Bintang lagi, kali ini
dengan mimik muka yang serius. Ara menatap Bintang sejenak kemudian tersenyum
lebar, "Setidaknya bukan pertemuan kali ini, Bin. Mungkin beberapa
pertemuan lagi, baru kamu boleh menraktir aku". Bintang balas tersenyum
masih menatap Ara, "Kamu curang, Ra. Aku tidak boleh menraktir kamu, tapi
kamu belikan aku ronde dan tolak angin tadi. Harusnya aku juga boleh menolak menerima
traktiran kamu itu".
"Kamu keberatan, Bintang?" Terlihat raut
wajah Ara tiba-tiba berubah menjadi serius. Ada rasa canggung dan bersalah di
raut perempuan yang sedang Bintang pandangi itu. Ragu, Ara melirik Bintang
sejenak kemudian mengalihkan pandangannya, menunduk memandangi tanah basah.
"Aku sama sekali tidak keberatan, Ara. Aku sangat
menghargai kebaikan kamu tadi yang aku rasakan tulus dari hati, Ra. Semoga kamu
mendapatkan balasan yang indah ya, Ra," ujar Bintang riang. Ara menoleh
kearah Bintang, Bintang terlihat sedang tersenyum lebar padanya sehingga Ara
pun balas tersenyum lebih lebar sambil mengaminkan doa Bintang untuknya.
Bintang pun tersadar dari ingatannya ketika ada
peringatan baterai lemah dari handphonenya menginterupsi suara Ara menyanyikan
lagu Bintang Kecil di telinganya. Jam di dinding kamarnya memberitahunya bahwa
hari makin merangkak menuju pagi. "Sulit sekali untuk bisa mentraktir kamu
makan, Ra. Padahal aku cuma ingin sedikit berterima kasih untuk semua yang kamu
lakukan buatku," ujar Bintang tertawa kecil. Kalimat Ara tentang suami
istri itu kembali mengingatkan Bintang kepada ucapan ibunya tentang teman
hidup. Lagi-lagi Bintang menggelengkan kepalanya sambil tersenyum sendiri,
Bintang tak habis pikir kenapa wajah Ara beberapa kali tersenyum saat kata
teman hidup terbelesit di pikirannya.
Senin pagi pun menjelang, Bintang dan Ara tenggelam
dengan rutinitas masing-masing. Ara disibukkan melayani kunjungan siswa sebuah
SMA ke perpustakaan lembaga penelitiannya dari pagi hingga waktu istirahat.
Waktu di arloji Ara menunjukkan pukul 12.00 saat Lintang, sahabat baik Ara itu
sudah tersenyum manis di depan tempat duduk Ara.
"Selamat siang Mbak. Ada yang bisa saya
bantu?" sapa Ara sambil tersenyum manis menggoda Lintang.
"Siang juga, Mbak. Iya nih, saya tersesat habis
belanja di dekat sini dan kelaparan. Saya perlu teman buat menemani saya makan
siang nih. Apa Mbaknya bisa?" ucap Lintang dengan raut wajah sok serius
disambut dengan tawa kecil Ara sambil menganggukan kepalanya. Tawa Ara dan Lintang
pun pecah dengan suara tertahan karena mereka sedang di perpustakaan.
Ara pun mengajak Lintang makan siang di kantin
kantornya. Ara mendengarkan cerita seputar aktivitas belanja sahabatnya itu
sampai kemudian giliran Ara balik berbagi cerita dengan Lintang.
"Tang, tadi malam aku bertemu dengan
Bintang," ujar Ara memulai ceritanya. Ia memutuskan tidak menyembunyikan
hal itu dari Lintang. Lintang menatap Ara, masih tetap terdiam, menunggu Ara
memberikan penjelasan lebih lanjut.
"Bintang hadir di mimpi aku, sedang menunggu aku
di suatu tempat dan tertidur di tengah hujan. Aku khawatir kemudian memutuskan
mendatangi tempat itu dan Bintang ternyata memang disana," lanjut Ara
lagi.
Lintang tersenyum kearah Ara. "Aku belum bisa
memahami yang terjadi diantara kalian, Ra, tentang mimpi dan lain lain.
Tapi..., aku cuma khawatir kalau-kalau Bintang menyakiti kamu, Ra. Bintang tipe
orang yang sangat mungkin bisa membuat kamu kecewa dan sedih Ra, apalagi dia
sudah punya cewek, Ra".
Ara balik tersenyum lebar kearah Lintang.
"Aku mengerti kekhawatiran kamu, Tang. Makasih
banyak, ya. Tapi beri aku waktu untuk membantu Bintang lebih banyak tersenyum
lagi. Setidaknya sampai wajah sedih Bintang tidak hadir lagi di mimpi dan
pikiran aku. Lagipula, Bintang sudah putus dengan ceweknya, Tang".
"What? Putus? Kemarin lusa cewek itu masih
ngelabrak aku dan sekarang mereka sudah putus? Kebetulan banget momen putusnya.
Apa Bintang yang bilang ke kamu, Ra?"
Ara mengangguk.
"Kalo begini, aku makin khawatir, Ra. Aku semakin takut Bintang bakal nyakitin kamu. Please, Ra tolong kamu pikirkan lagi niat kamu untuk membantu Bintang, Ra. Aku ga mau kamu terluka saat tumbuh harapan perlahan di hati kamu tentang Bintang," sambung Lintang berusaha meyakinkan Ara yang duduk di hadapannya itu.
"Kalo begini, aku makin khawatir, Ra. Aku semakin takut Bintang bakal nyakitin kamu. Please, Ra tolong kamu pikirkan lagi niat kamu untuk membantu Bintang, Ra. Aku ga mau kamu terluka saat tumbuh harapan perlahan di hati kamu tentang Bintang," sambung Lintang berusaha meyakinkan Ara yang duduk di hadapannya itu.
Ara tetap tersenyum, "Bintang bilang alasan dia
putus dengan ceweknya tidak ada hubungannya dengan aku dan kamu. Ada masalah
yang tidak bisa diselesaikan diantara keduanya. Lagipula Bintang punya cewek
atau nggak, itu bukan urusanku. Tapi aku tidak bisa tidak peduli ke Bintang
saat ini, Tang. Aku sudah berjanji membantunya lebih banyak tersenyum lagi.
Saat ini Bintang hanya perlu teman berbagi untuk tersenyum lagi. Aku akan
berusaha menjaga hati aku agar tidak terluka, Tang".
Lintang masih menatap Ara. Lintang memahami susah
untuk mengubah niat Ara itu, Ara adalah tipe orang yang selalu mengikuti kata
hatinya dan saat dia yakin terhadap sesuatu, Ara akan tetap melakukannya.
"Apa kamu menyukai Bintang, Ra?" tanya
Lintang tiba-tiba. Ara balas menatap Lintang, Ara terlihat berpikir sejenak
kemudian dengan ragu menggelengkan kepalanya. "Kalau rasa suka yang kamu
maksud seperti kamu ke Oktan sekarang, sepertinya bukan, Tang. Aku cuma suka
saat melihat Bintang lebih banyak tersenyum dan tertawa". Ara tersenyum
sejenak bersama pikirannya kemudian kembali menatap Lintang.
Lintang tersenyum lebar sembari mengangguk-anggukan
kepalanya pelan. "Aku tahu mungkin apa yang kamu rasakan ke Bintang rumit
untuk diartikan, Ra. Aku cuma khawatir. Bisa jadi buat Bintang, kamu sekedar
teman sesaat yang diperlukan dia saat-saat ini untuk bisa membantunya
tersenyum. Tapi kamuuu, kamu adalah tipe orang yang tidak mudah melupakan
perasaan kamu ke seseorang. Aku takut saat Bintang tersenyum dan pergi, justru
dia meninggalkan perasaan sedih itu buat kamu. Tapi..., apapun yang akan
terjadi, aku akan temani kamu, Ra". Mata Ara terlihat berkaca-kaca, Ara
kemudian membalas senyuman Lintang lebih lebar lagi sambil mengucapkan terima
kasih. "Jewer aku ya, Tang kalau ternyata aku nanti galau berkepanjangan
gara-gara Bintang atauuuuu kalau nggak, kenalin aku sama cowok baru," ujar
Ara sambil tertawa. Lintang pun menganggukkan kepalanya mantab, ikutan tertawa.
Ara tahu setiap tindakan yang dipilih, termasuk
tentang Bintang, akan melahirkan banyak kemungkinan akibat, entah itu berujung
bahagia atau bahkan berujung pada kemungkinan terburuk, termasuk melukai
hatinya. Namun, Ara yakin untuk tetap melakukannya, karena hatinya memintanya
melakukannya dan terlebih karena apapun yang terjadi, ia punya Lintang, sahabat
baik yang akan tetap ada disisinya.
Part Setelahnya
Part Setelahnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar