Berpaling sejenak dari Kisah Rizzar Ara, meski masih terdapat
kemiripan tokoh yang berkutat di dunia akting, tapi ingin membuat sebuah alur
yang ingin dituntaskan di satu titik saja. Sebuah cerpen (meski tetap panjang) untuk mendamaikan debaran aneh di hati penulis,
kali ini tentang Gamma dan Tetha…
Terima kasih untuk pemain tetap dalam imajinasi ini, Anisa Rahma
sebagai Tetha dan Rizky Nazar sebagai Gamma. Terima kasih masih membuat alur
itu mengalir dan tergali. Cerita ini bukan tentang hidup kalian, tapi imajinasi
ini memang masih tentang kalian. Belum menemukan lagi pemeran-pemeran lain untuk
mewarnai cerita demi cerita di imajinasi, he he.

SENANDUNG SEPASANG HATI

Deskripsi
tokoh:
Tetha : seorang artis perempuan sekaligus pencinta desain bangunan, ramah, humble,kreatif, ceria, tegar, penyuka musik, seseorang yang selalu melihat sesuatu dengan optimis dan positif, misterius dan sangat berhati-hati menjaga hati dan rasa.
Gamma :
seorang artis laki-laki, tampan, populer, punya pesona kuat bagi perempuan,
hangat dan baik dibalik sikap cool-nya, rasional, berpikir dan bertindak
simple, sangat berhati-hati menjaga image, menghargai hati perempuan, introvert
dan misterius soal hati .Tetha : seorang artis perempuan sekaligus pencinta desain bangunan, ramah, humble,kreatif, ceria, tegar, penyuka musik, seseorang yang selalu melihat sesuatu dengan optimis dan positif, misterius dan sangat berhati-hati menjaga hati dan rasa.
“Setiap hati akan menemukan pemiliknya. Karena hati akan bersenandung memanggil pasangan hatinya untuk mendekat padanya. Dua hati, dua raga yang saling bersenandung, tarik menarik…”
Tetha baru
sampai di lokasi syuting ketika beberapa fans sudah menunggunya dengan membawa
banyak makanan dan hadiah. Tetha memahami mungkin itu wujud kerinduan mereka
padanya setelah tiga bulan ini Tetha menyepi dari dunia akting karena dirinya
disibukkan dengan proyek desain pertamanya. Sejak keluar dari mobilnya, Tetha
tak pernah lepas dari senyuman manisnya, seolah dia ingin menularkan bahagia
bagi siapapun yang dia jumpai hari itu. Sejenak Tetha menghampiri fansnya
berfoto bersama mereka dan membuka makanan dari mereka untuk dimakan bersama.
Ia terima semua hadiah dari fansnya dengan ucapan terima kasih yang tak lelah
ia ucapkan berkali-kali. "Kalian nggak perlu repot-repot seperti ini,
kalian tetap mendukung dan mendoakan aku saja itu jauh lebih dari cukup,"
ujar Tetha sambil tersenyum dikelilingi fansnya. "Kangen banget, Kak,..
apalagi kakak jarang online sejak sibuk dengan proyek kakak," ujar salah
satu fansnya. "Kangen lihat senyuman kamu, Tha. Biasanya kamu selalu punya
cara simpel menularkan bahagia ke kita semua," ujar fans yang lainnya.
"Kangen, dik lihat kamu share hal-hal lucu dan kata-kata positif di ig,
fb, atau twitter kamu," ujar satunya lagi. Tetha makin bertekad untuk
tersenyum lebar, seolah ingin membayar rindu yang ia tinggalkan untuk
orang-orang asing maupun yang dikenalnya yang peduli dan sayang padanya yang
kini ada di depannya. Setelah bercanda dan mengobrol ringan dengan fansnya,
Tetha pun segera masuk ke dalam lokasi syuting yang tertutup untuk umum. Lokasi
syuting…, tempat yang tak bisa dipungkiri ternyata menggoreskan rindu di
hatinya. Di lokasi syuting, Tetha banyak belajar hal-hal baru, tentang kerja
sama, mengontrol ego dan emosi, memahami watak orang, mendalami watak-watak
karakter yang menjadi perannya, dan banyak lagi hal lainnya.
Lokasi syuting
juga menyisakan jejak di hatinya, tentang seseorang yang berhasil menyusup di
hatinya tanpa dia minta meski rasa itu hanya bisa dia simpan untuk dirinya
sendiri.
“Tethaaa… apa
kabar, say? Kangen banget bercanda dan selfie bareng kamu, say“. Terlihat
perempuan usia 30-an menghampirinya dengan pelukan hangatnya. “Kak Rani… kangen
banget, Kak di make up in sama kakak sambil ngobrol
ngalor ngidul tentang kehidupan, he he”. Tetha membalas pelukan Rani dengan
erat dan tak kalah hangat. Rani salah satu kru di lokasi syuting yang dekat
dengan dirinya. Dari Rani, Tetha belajar untuk lebih menghadapi banyak hal yang
tidak sesuai bayangannya dengan santai. Dari perjalanan Rani hingga di
profesinya sekarang, Tetha belajar bahwa menyerah adalah kalimat terakhir yang
menjadi pilihan saat semua pilihan memang benar-benar tertutup, tapi selama
celah itu masih ada maka menyerah itu menjadi pantangan. Rani adalah salah satu
sosok perempuan yang membalut tangguh dalam lemah lembutnya. Tetha merasa mendapatkan
kakak baru ketika mengenalnya.
“Gimana proyek desain kamu, Tha? Sukses kan, say? Cerita donk,” tanya Rani menarik tangan
Tetha ke salah satu sudut di lokasi syuting itu sambil menunggu waktu.
Tetha tersenyum
lebar, pengalaman pertama yang nggak bisa dilupain deh, Kak. Begadang,
memikirkan konsep, dan bahkan menyepi menyerap ide dari alam langsung di daerah
pedalaman yang benar-benar jauh dari kata modern, menyenangkan banget he he,”
cerita Tetha dengan antusias. “Tapi jujur setelah tiga bulan, benar-benar
kangen sama situasi syuting begini lagi, Kak,” ujar Tetha sambil meringis.
“Oh ya, Kak
Rani… hari ini Tetha disuruh datang kesini untuk briefing FTV baru Tetha katanya. Kak Rani tahu
nggak, kali ini Tetha bakal dipasangkan sama siapa? Soalnya saking kangennya
sama suasana syuting, pas Tetha baca garis besar cerita dan perannya, Tetha
langsung oke tanpa pikir panjang,” ujar Tetha penuh semangat. Rani
menggelengkan kepalanya, dia tidak punya bayangan siapa yang bakal jadi lawan
main Tetha. “Project baru kamu ini, Kak Rani benar-benar nggak punya bocoran,
aku aja kaget pas lihat kamu disini”.
Tetha tersenyum
melihat ekspresi Rani yang ia rasakan tulus merindukannya seperti dia juga
merindukan becanda dengan Rani. Mereka larut dalam cerita Tetha tentang pengalaman
pertamanya dan sedikit cerita-cerita lucu yang terjadi di lokasi syuting selama
Tetha break, ketika terdengar suara seseorang yang tidak asing bagi Tetha
sedang menyapa kru di lokasi syuting. “Pagi, Kak, hari baru, last day dan
lanjut project baru… semangat banget hari ini, ha ha”. Terdengar tawa pecah
diantara suara beberapa laki-laki yang berada tak jauh dari Tetha, sementara
Tetha hanya memandangi sosok tak asing itu beberapa saat. “Tha… Tetha?” panggil
Rani. Setengah terkejut Tetha menoleh kearah Rani sambil tersenyum. “Sepertinya
ada yang terpesona pagi ini, ya… Berdebar-debar ya, Tha?” goda Rani membuat
Tetha tertawa kecil lalu sedikit manyun sambil menggelengkan kepalanya. “Apaan
sih Kak Rani, cuma sedikit kaget saja, karena lama nggak pernah ketemu sama
Gamma kok. Oh iya, jangan-jangan Gamma lagi syuting yang hari ini hari terakhir
katanya, ya Kak?” tanya Tetha berusaha bersikap biasa saja meski hatinya tak
pernah bisa disuap untuk tidak berdebar-debar setiap kali melihat Gamma.
Rani mengangguk
sambil tersenyum menggoda Tetha. “Isssh, apa makna senyuman aneh itu coba, udah
nggak mempan kali Kak, Gamma bukan orang yang bisa diceng-cengin kali Kak,
nanti ada yang marah lagi,” jawab Tetha ringan dengan raut wajah santai. Rani
masih memandangi Tetha, seolah tidak percaya gadis periang di depannya itu
sudah tidak memiliki rasa kepada Gamma. Rani cukup menjadi saksi merekam
perjalanan mereka yang perlahan menautkan hati demi hati diantara keduanya
meski hanya dalam diam dan tanpa kata. Rani juga memahami kata itu tak mungkin
terucap diantara keduanya, apalagi Gamma sudah memiliki teman perempuan yang
dekat dengannya. Rani hanya bisa mengamati bagaimana bahasa hati itu
bersenandung indah setiap kali Tetha dan Gamma terlibat dalam project yang
sama. Meski mereka berdua tak pernah mengakuinya.
Rani mencubit
lembut pipi Tetha, “Ada kalanya jujur sama diri sendiri itu, tidak salah kok
Tha. Selama kita tahu batasannya, why not?” ujar Rani sembari tersenyum. Tetha
menatap Rani sejenak. Tetha sadar dia selalu berusaha mengingkari perasaan itu
didepan semua orang, meski dia tak pernah mengingkari perasaannya ke Gamma saat
dia berteman dengan bayangannya sendiri. Tetha hanya diam tak berucap, hanya
tersenyum. Dia tak ingin kebohongan itu memulai hari pertamanya kembali ke
lokasi syuting meski kebohongan itu demi kebaikan. Tetha hanya tersenyum lebar,
memberikan teka-teki baru kepada Rani yang ada dihadapannya. Sementara itu,
dari agak jauh, Gamma terlihat mengamati sosok yang juga tak asing baginya.
Sosok yang sudah lama menghilang dari pandangannya, sosok yang berusaha ia
enyahkan dari pikirannya, tapi tetap saja betah mendiami salah satu sudut
hatinya, di sebuah ruang tentang rindu. “Tetha… senyuman itu selalu membuat
dunia terlihat berwarna dan makin indah. Apa kabarmu, Tha?” ucap Gamma dalam
hati. Entah kenapa, melihat Tetha yang selalu ceria itu membuat satu bagian di
hati Gamma seolah hidup dan berdansa dengan riuhnya. “Ma., ini script FTV
terbaru kamu, dipelajari ya buat lusa,” ujar Kak Adhit, salah satu script writer, menepuk bahu Gamma sambil
tersenyum kecil melihat Gamma yang mencuri-curi pandangan ke Tetha. “Oh…., iya
Kak. Kakak bikin kaget saja. Lawan main aku siapa, Kak di FTV terbaru? Masih
dengan lawan main yang sama dengan FTV yang last day hari ini, kah Kak?” ujar
Gamma dengan tampang polos sambil nyengir. Adhit yang ada di hadapan Gamma pun
langsung tertawa kecil. “Fokus, Ma… baru tiga bulan nggak lihat dia sudah
seperti bertahun-tahun tidak berjumpa, ha ha”. Gamma menggaruk-garuk kepalanya
yang tidak gatal memasang tampang seolah tidak paham. “Tapi tenang, kangen kamu
bakal terobati. Kamu bakal main bareng dan bisa melihat lebih dekat dengan puas
orang yang bikin kamu senyum-senyum dan nggak berkedip mencuri-curi pandang
kearahnya.” Gamma menatap setengah tertegun ke script writer yang ada
dihadapannya itu, “Seriuss… aku … bakal main bareng Tetha lagi, Kak? Tapiii… “
“Tapi apa, Ma…
kamu nggak mau? Hmmm mata dan ekspresi kamu tidak mengatakan begitu
sepertinya”. Gamma tersenyum kecil, sejenak dia speechless, kehilangan kalimat.
“Biarkan hati kamu bersenandung bahagia sejenak, Ma. Aku bisa mendengarnya
meski tanpa banyak kata. Yang terpenting kamu tahu batasannya saja. Sesekali
kamu perlu memberikan ruang buat diri kamu keluar dari sekedar rutinitas syuting
dan menikmati syuting sebagai bagian menghibur diri sendiri” ujar Adhit menepuk
bahu Gamma mantap sembari tersenyum lebar sebelum akhirnya meninggalkan Gamma
dan menuju ke tempat Tetha bercanda dengan Rani.
Gamma masih
terdiam di tempatnya. Kalimat yang baru didengarnya itu seolah mendapatkan
dukungan dari hatinya. Iya hatinya mulai bersenandung lirih tanpa diminta.
“Tapi bukannya manajemen aku sudah menyarankan aku untuk menghindari satu project dengan Tetha, bukankah hidup aku lebih
tenang saat kami berjauhan?” Pertanyaan itu berputar-putar di dalam pikirannya
meski di sisi lain hatinya seolah sedang mengajaknya berdansa merayakan bahagia
yang menyusup saat itu.
“Tha, ini dialog
kamu buat lusa. Welcome back ya Tha.. senang banget lihat kamu
dan senyuman kamu itu yang membuat hari makin ceria dan penuh semangat saja,
“ujar Adhit sambil tersenyum lebar. Tetha membuka-buka dialog jatah dia, ketika
dia melihat nama Gamma sebagai lawan mainnya. Kali ini gantian Tetha yang speechless untuk beberapa saat. “Main dengan
Gamma lagi? Bukannya beberapa bulan sebelum aku meninggalkan sejenak dunia
syuting, aku sudah bertekad untuk selalu mencari alasan agar sebisa mungkin
tidak satu project lagi dengan Gamma?” ujar Tetha dalam
hati. “Hmmm baru tahu lawan mainnya saja sudah speechless satu sama lain, apalagi nanti kalo
sudah syuting ya, pasti banyak kesan,” ujar Adhit ke Rani sambil senyum-senyum
ke Tetha yang masih terdiam di tempatnya. “Tha… Tetha…, “. Suara Rani
menyadarkan Tetha dari lamunannya. “Ya, Kak… maaf… Tetha…, ,” ujar Tetha
setengah tertegun dan berusaha menormalkan senyumannya. Rani dan Adhit pun
makin tersenyum lebar. “Anggap ini penyambutan kembali kamu ke lokasi syuting,
bermain kembali dengan seseorang yang juga pernah menyambut kamu dengan
istimewa beberapa tahun lalu di awal-awal karier akting kamu”. Tetha tersenyum.
Rani dan Adhit pun bergantian menggoda dan bercanda dengan Tetha. Dari
kejauhan, Gamma melihat canda itu dengan senyum kecilnya diantara kegalauan
yang memenuhi pikirannya. “Selamat datang kembali, Tha… senang melihat kamu
mewarnai lokasi dan juga salah satu sudut hati aku dengan senyuman unik kamu
itu…”.
Tetha sedang asyik mengobrol dengan Adhit tentang karakter di
peran barunya itu, ketika dia melihat Rani sudah kembali tenggelam dalam tugasnya,
berlari-lari sepertinya hendak mengambil peralatan make up yang tertinggal di salah satu ruangan
syuting. Saking terburu-burunya, Rani tidak melihat ada sebuah mobil yang
mengangkut properti syuting lewat dengan agak kencang di dekatnya, apalagi dia
terbiasa dengan earphone di kedua telinganya. Tetha yang melihat hal itu pun
tanpa berpikir panjang berlari kearah Rani. Sementara Gamma yang masih
memandangi gerak gerik Tetha pun tanpa pikir panjang juga langsung berlari
kearah yang sama. “Buuuuk….”. Tetha berhasil mendorong Rani jauh dari mobil dan Tetha yang terduduk itu mendapati Gamma sedang memegang erat kedua lengan Tetha. Tetha tertegun dan berusaha melepaskan pegangan Gamma dari lengannya ketika ia melihat darah menetes dari kepala bagian belakang Gamma yang berjarak hanya beberapa centimeter di hadapan Tetha. "Ma...," ucap Tetha lirih dan terdengar khawatir sembari menatap wajah Gamma. Tak ada jawaban dari Gamma, perlahan pegangan tangan laki-laki itu pun terlepas dari lengan Tetha. Tubuh Gamma terkulai kesamping, Tetha pun langsung menangkap tubuh laki-laki itu dengan tangannya. Sontak semua kru dilokasi syuting terkejut melihat kejadian yang cukup cepat itu. Dengan sigap, Adhit dan beberapa kru segera membawa Gamma yang tak sadarkan diri itu ke rumah sakit terdekat. Tampak Rani juga ada disana. Berkali-kali Tetha memanggil-manggil nama Gamma dan mengguncang pelan tubuh Gamma. Air matanya mengalir begitu saja diantara rasa syoknya. "Ma, bangun Ma... . Kamu nggak apa-apa kan, Ma?" ujarnya lirih. Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, Tetha melakukan itu pada Gamma yang tidak sadarkan diri dan tersandar di sebelahnya.
20 menit kemudian, Gamma segera mendapatkan perawatan di rumah sakit. Sementara Tetha terduduk diam di depan ruang ICU. "Apakah ini pertanda seharusnya kita tetap tidak saling dekat, Ma?" ucap Tetha dalam hati, sambil mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Ia tidak pernah ingin orang lain melihatnya dengan air mata seperti itu meski hatinya menangis deras saat itu. "Tha.. tenang Tha.... Insyaa Allah Gamma bakal baik-baik saja," ujar Rani memegang bahu Tetha berusaha menenangkannya. "Seharusnya Gamma nggak ada di dalam ICU itu, harusnya aku yang disana Kak," jawab Tetha pelan sembari berusaha tersenyum tegar meski raut wajahnya dipenuhi rasa bersalah. Beberapa saat kemudian Tetha larut dalam diamnya, larut dalam doa-doanya untuk Gamma hingga kemudian Gamma keluar dari ICU dan dipindahkan ke ruang rawat inap. Dokter mengatakan luka di bagian belakang kepala Gamma menyebabkan gegar otak ringan pada Gamma, tapi kondisi Gamma tidaklah terlalu parah. Terlihat Ibu Gamma tiba di rumah sakit saat itu dan segera masuk ke ruang rawat inap Gamma. Tetha pun ikut masuk mengikuti Ibu Gamma beberapa saat kemudian. "Maafin Tetha, Tante. Semua ini salah Tetha, kalau saja Gamma tidak berlari menolong Tetha, pasti Gamma baik-baik saja. Harusnya Tetha yang terbaring disini, Tante". Entah kenapa, air mata Tetha kembali mengalir meski ia berusaha sekuat tenaga menahannya. Ibu Gamma menoleh ke arah Tetha dengan bekas darah ada di jaket yang dipakainya. Mata Ibu Gamma terlihat sembab karena mencemaskan kondisi Gamma. Ibu Gamma hanya diam memandangi Tetha yang dipenuhi raut wajah bersalah dan menyesali kecelakaan yang dialami Gamma. "Kita doakan saja, ya Nak... semoga Gamma baik-baik saja. Dokter bilang insyaa Allah Gamma akan baik-baik saja," ujar Ibu Gamma kemudian sambil tersenyum lembut. Ibu Gamma bisa melihat, gadis dihadapannya itu sedang mengalami syok dengan kejadian yang dialami anak kesayangannya itu meski gadis itu berusaha untuk tegar. "Kalau Tante mau marah ke Tetha, marah saja Tante, Tetha terima, Tetha yang salah... ungkapin saja semua kesedihan dan kecewa Tante". Ibu Gamma perlahan mendekati Tetha. Beliau pernah beberapa kali mendengar tentang gadis dihadapannya itu. Entah itu dari Gamma ataupun dari televisi atau pihak lain. Yang pernah beliau ingat, Gamma pernah mengatakan bahwa gadis ini seolah tidak punya rasa sedih. Gadis yang selalu bersemangat dan tidak mudah mengeluh apapun yang dia harus jalani di lokasi syuting. Gadis yang selalu menyisakan senyumnya kepada semua orang di tiap kesempatan. Ibu Gamma menggenggam tangan Tetha yang masih menunduk seolah pasrah apapun yang akan diperbuat Ibu Gamma padanya. "Doain Gamma, ya Nak. Insyaa Allah Gamma baik-baik saja". Tetha mengangkat kepalanya dan memandang kearah Ibu Gamma. Ibu Gamma terlihat tersenyum kearahnya diantara mata sembabnya. Tetha menghambur ke pelukan Ibu Gamma seketika. "Maafin Tetha, Tante... Ya, Gamma pasti baik-baik saja." Air mata Tetha kembali mengalir meski berusaha ia tahan, dan Ibu Gamma pun membelai lembut kepala Tetha dalam pelukannya.
Tetha pun kemudian berpamitan untuk ke musolla yang ada di rumah sakit itu dan meninggalkan Gamma berdua dengan ibunya. 10 menit kemudian, perlahan Gamma membuka matanya. "Bu...," ucapnya lirih sambil memegang kepalanya yang kesakitan.
"Alhamdulillah, kamu sudah sadar, sayang," ujar Ibu Gamma sambil mengelus rambut Gamma.
"Tetha mana, Bu? Tetha baik-baik saja kan, Bu?" tanya Gamma pelan.
"Tetha ada disini, sayang. Dia sekarang sedang ada di musolla. Dia syok melihat kondisi kamu yang terluka setelah menolongnya".
"Bu... ini bukan salah Tetha kalau Gamma seperti ini. Gamma yang menolong Tetha tanpa dia minta. Gamma tidak berpikir panjang tadi, karena hati Gamma tidak bisa membiarkan Tetha terluka".
Ibu Gamma mengelus rambut putranya itu sambil mengangguk seraya tersenyum lembut. "Ibu tahu, Nak.. dengan melihat Tetha ibu bisa merasakannya, dia pun rela menggantikan kamu berbaring disini dibandingkan melihat kamu seperti ini".
Sementara itu, untuk sesaat Tetha terlarut dalam doa dan ibadahnya di musolla rumah sakit itu, berharap Gamma akan segera pulih. Untunglah darah Gamma hanya mengenai jaketnya sehingga dia bisa sholat dan beribadah dengan melepas jaketnya. Tetha duduk di samping Rani dan Adhit yang masih menunggui di rumah sakit. Ia hanya diam, meski ia berusaha menyembunyikan kesedihannya saat itu. "Kak, kalau kalian berdua mau balik ke lokasi syuting, silahkan saja. Biar Tetha yang menemani Gamma disini". Rani menepuk bahu Tetha. "Kita berdua akan tetap disini menemani kamu dan Gamma, Tha". Tetha tersenyum. Meski hatinya terasa sakit karena luka Gamma, tapi dia berusaha untuk tersenyum. "Jangan salahkan diri kamu, Tha... Gamma melakukan ini karena dia ingin melindungi kamu dan tidak ingin membiarkan kamu terluka," timpal Adhit. "Seharusnya Gamma tidak perlu melakukan ini, Kak... apalagi hanya untuk seorang Tetha..Diri Gamma itu terlalu berharga untuk melakukan hal seperti ini...," ujar Tetha lirih.
"Apa kamu tidak bisa mendengar senandung diantara hati kalian, Tha? Senandung itu sangat indah, bahkan aku bisa mendengarnya," ujar Adhit membuat Tetha memandang kearahnya.
"Iya Tha, Gamma melakukan ini karena dia peduli ke kamu," ujar Rani membelai lembut kepala Tetha.
Tetha terdiam memandangi kedua orang dihadapannya itu bergantian. "Senandung hati? Antara aku dan Gamma? Mana mungkin ada, sedangkan hati Gamma sudah ditempati meski hati aku mungkin bersenandung sendiri...," pikir Tetha dalam hati. Kembali pikiran Tetha teringat bagaimana Gamma berusaha melindunginya. Hatinya terdengar bersenandung, bahkan senandung itu begitu pilu terdengar oleh Tetha. Senandung tentang sakit yang Tetha rasakan tentang luka yang dialami Gamma karena dirinya. Tetha tersenyum, "Nggak, Kak... Gamma melakukan itu karena dia orang baik... ya orang baik... Bahkan sejak awal aku mengenalnya, hati aku pun bilang dia orang baik". Adhit dan Rani pun hanya membalas senyum kepada Tetha. Mereka tidak ingin mendebat Tetha saat itu karena mereka tahu dinding itu sengaja Tetha bangun dengan alasan tertentu. Alasan yang semua bermula pada keyakinan dua hati yang baik.
Tetha masih terdiam dalam doanya ketika, Ibu Gamma keluar dari ruang rawat inap mengabarkan Gamma yang sudah siuman. Ruang tunggu itu seketika dipenuhi dengan senyuman dari orang-orang yang ada disana, tak terkecuali Tetha. "Tha..., masuk Nak... Gamma mencari kamu sejak dia siuman". Tetha pun mengangguk dan perlahan masuk ke ruang rawat inap Gamma. Ragu, Tetha melangkah mendekat.
Tetha pun kemudian berpamitan untuk ke musolla yang ada di rumah sakit itu dan meninggalkan Gamma berdua dengan ibunya. 10 menit kemudian, perlahan Gamma membuka matanya. "Bu...," ucapnya lirih sambil memegang kepalanya yang kesakitan.
"Alhamdulillah, kamu sudah sadar, sayang," ujar Ibu Gamma sambil mengelus rambut Gamma.
"Tetha mana, Bu? Tetha baik-baik saja kan, Bu?" tanya Gamma pelan.
"Tetha ada disini, sayang. Dia sekarang sedang ada di musolla. Dia syok melihat kondisi kamu yang terluka setelah menolongnya".
"Bu... ini bukan salah Tetha kalau Gamma seperti ini. Gamma yang menolong Tetha tanpa dia minta. Gamma tidak berpikir panjang tadi, karena hati Gamma tidak bisa membiarkan Tetha terluka".
Ibu Gamma mengelus rambut putranya itu sambil mengangguk seraya tersenyum lembut. "Ibu tahu, Nak.. dengan melihat Tetha ibu bisa merasakannya, dia pun rela menggantikan kamu berbaring disini dibandingkan melihat kamu seperti ini".
Sementara itu, untuk sesaat Tetha terlarut dalam doa dan ibadahnya di musolla rumah sakit itu, berharap Gamma akan segera pulih. Untunglah darah Gamma hanya mengenai jaketnya sehingga dia bisa sholat dan beribadah dengan melepas jaketnya. Tetha duduk di samping Rani dan Adhit yang masih menunggui di rumah sakit. Ia hanya diam, meski ia berusaha menyembunyikan kesedihannya saat itu. "Kak, kalau kalian berdua mau balik ke lokasi syuting, silahkan saja. Biar Tetha yang menemani Gamma disini". Rani menepuk bahu Tetha. "Kita berdua akan tetap disini menemani kamu dan Gamma, Tha". Tetha tersenyum. Meski hatinya terasa sakit karena luka Gamma, tapi dia berusaha untuk tersenyum. "Jangan salahkan diri kamu, Tha... Gamma melakukan ini karena dia ingin melindungi kamu dan tidak ingin membiarkan kamu terluka," timpal Adhit. "Seharusnya Gamma tidak perlu melakukan ini, Kak... apalagi hanya untuk seorang Tetha..Diri Gamma itu terlalu berharga untuk melakukan hal seperti ini...," ujar Tetha lirih.
"Apa kamu tidak bisa mendengar senandung diantara hati kalian, Tha? Senandung itu sangat indah, bahkan aku bisa mendengarnya," ujar Adhit membuat Tetha memandang kearahnya.
"Iya Tha, Gamma melakukan ini karena dia peduli ke kamu," ujar Rani membelai lembut kepala Tetha.
Tetha terdiam memandangi kedua orang dihadapannya itu bergantian. "Senandung hati? Antara aku dan Gamma? Mana mungkin ada, sedangkan hati Gamma sudah ditempati meski hati aku mungkin bersenandung sendiri...," pikir Tetha dalam hati. Kembali pikiran Tetha teringat bagaimana Gamma berusaha melindunginya. Hatinya terdengar bersenandung, bahkan senandung itu begitu pilu terdengar oleh Tetha. Senandung tentang sakit yang Tetha rasakan tentang luka yang dialami Gamma karena dirinya. Tetha tersenyum, "Nggak, Kak... Gamma melakukan itu karena dia orang baik... ya orang baik... Bahkan sejak awal aku mengenalnya, hati aku pun bilang dia orang baik". Adhit dan Rani pun hanya membalas senyum kepada Tetha. Mereka tidak ingin mendebat Tetha saat itu karena mereka tahu dinding itu sengaja Tetha bangun dengan alasan tertentu. Alasan yang semua bermula pada keyakinan dua hati yang baik.
Tetha masih terdiam dalam doanya ketika, Ibu Gamma keluar dari ruang rawat inap mengabarkan Gamma yang sudah siuman. Ruang tunggu itu seketika dipenuhi dengan senyuman dari orang-orang yang ada disana, tak terkecuali Tetha. "Tha..., masuk Nak... Gamma mencari kamu sejak dia siuman". Tetha pun mengangguk dan perlahan masuk ke ruang rawat inap Gamma. Ragu, Tetha melangkah mendekat.
Tetap bersambung juga akhirnya, he
he. Niatnya menyelesaikan dalam satu
malam, biar semua debaran aneh di hati bisa hilang. Apa daya, tubuh berdemo
meminta hak istirahatnya. Mata dan stamina menuntut berhenti dari kerja paksa
si empunya diri yang masih dikejar-kejar deadline tugas, he he. Padahal
imajinasi tersenyum lebar bahkan tertawa ingin membantu empunya diri
menyelesaikan cerpen yang tetap saja panjang ini, he he. Bersambung segera
sampai part endingnya, insyaa Allah. SEMANGAT!!!
Semangat,selalu kagum dengan karya2 yg u buat
BalasHapusMakasih sudah membaca cerpen yang panjang dan ternyata harus bersambung ini, he he. Insyaa Allah menyelesaikan cerita ini setelah liburan dan sampai di rumah ortu☺✌. Semangaaat, kamu bisa saja, karyaku ini sekadarnya saja, he he.. Harap dimaklumi ya. Semoga kamu suka meski ceritanya kurang variatif mungkin. Sekali lagi terima kasih. Ayo kamu menulis juga, biar kita bisa saling membaca karya satu sama lain 👍☺
HapusSelalu ada keterikatan yang bermakna di ke2 hati itu..entah rizzar ara ataupun tettha gamma..tetap selalu ngena di hati yg baca..selalu setia menunggu karya mu ka..oiaa..aku ada DM di IG kka..pasti belum liat deh he..
BalasHapusMakasih sudah berkenan membaca dik ☺❤. Masih saja cerita yg sederhana saja, he he. Btw, nggak ada komen di ig dari adik, jangan-jangan bukan aku kali dik, he he ☺✌. Tetap semangat buat kita semua ☺.
Hapus